Terlebih Berkat Memberi Dari Pada Menerima (Persembahan)

Pendahuluan

Seiring dengan kenaikan harga BBM beberapa waktu yang lalu, tarif angkutan pedesaan, angkutan kota dan tarif kendaraan angkutan lainnya juga ikut naik. Hal seperti ini sudah terjadi berkali-kali. Masyarakat yang tidak memiliki kendaraan tidak bisa berbuat apa-apa selain membayar sesuai degan tarif yang berlaku. Walaupun kenaikan-kenaikan itu terasa semakin berat, pekerjaan dan kebutuhan-kebutuhan lain menuntut mereka untuk sampai ke tempat tujuan dengan menggunakan alat-alat transportasi yang ada.

Biaya kebutuhan lain pun ikut naik. Barangkali ada juga yang naik tensi darahnya. Namun ada satu yang biasanya tidak naik. Persembahan! Bahkan ketika biaya hidup semakin tinggi, persembahan turun. Padahal, persembahan berhubungan erat dengan pencapaian tujuan kita, yaitu surga. Itu adalah “ongkos” yang harus kita bayar. Persembahan adalah satu dari lima elemen penting dalam kebaktian. Dan Allah sangat bijaksana. Biaya “transportasi” yang satu ini tidak pernah Ia naikkan. Standar persembahan tetap sama seperti standar yang berlaku 2000 tahun yang lalu. Justru kitalah yang merasa terbebani oleh beban ringan yang tarifnya tidak pernah naik ini.

Apa yang salah? Sikap! Kita belum memiliki sikap serius dan kesadaran yang memadai tentang persembahan. Elemen ini adalah perintah dan karena itu merupakan bagian penting dalam kebaktian. Inilah sumber keuangan Jemaat. Jemaat adalah organisasi yang sistimnya telah ditentukan oleh Allah. Setiap organisasi membutuhkan uang. Oleh sebab itu, Allah menetapkan cara kudus untuk menggali dana ini. Kita dituntut untuk memelihara cara itu dan memiliki pengertian serta sikap yang loyal terhadap penyembahan.

A. KEGIATAN DAN CARA ASING UNTUK MENGUMPULKAN UANG

1. Perpuluhan. Persembahan perpuluhan atau persepuluhan adalah pemberian sepuluh persen dari jumlah penghasilan kepada Tuhan. Ada dua hal yang perlu kita renungkan mengenai persembahan ini.

a. Perintah ini diberikan kepada orang Israel (Imamat 27:30; Bilangan 18:21). Artinya, non Yahudi tidak pernah diikat oleh hukum persepuluhan. Kita tidak terikat oleh perintah ini. Dalam Maleakhi 3:6-12, Allah mengecam orang Israel atas kelalaian terhadap kewajiban ini. Ada prinsip yang patut kita garis bawahi dalam teks tersebut, yaitu: Tuhan mengetahui apakah orang Israel memberikan yang sepuluh persen itu atau tidak. Dia pun pasti tahu apakah kita memberikan persembahan sesuai dengan perintah dalam Perjanjian Baru atau tidak.

b. Hukum itu telah dipakukan di kayu salib (Kolose 2:14; Ibrani 7:12). Maksudnya, orang Israel - yang kepadanya persepuluhan diperintahkan - tidak lagi berada di bawah hukum Taurat, termasuk persepuluhan.

2. Pengumpulan uang yang rutin dilakukan pada setiap pertemuan pertengahan minggu. Sebagian orang mengumpulkan uang pada acara kelas Alkitab, persekutuan jemaat, persekutuan keluarga dan sebagainya untuk dimasukkan ke dalam kas jemaat. Mereka menganggap kebiasaan ini perintah Allah.
Rutherford menuliskan hal-hal lain yang biasa dilakukan (__:32):

3. Cucian mobil

4. Lelang

5. Investasi (penanaman modal)

6. Bazar, yaitu pasar/penjualan yang diadakan sewaktu-waktu untuk tujuan tertentu.

7. Bingo (baca: bingo__ Semacam permainan yang menggunakan angka). Dalam menjelaskan permainan ini, Salim mengatakan bahwa ketika nomor-nomor dibacakan secara tidak teratur, kotak-kotak bernomor pada kartu lain ditutupi (1996:202).

Cara-cara ini asing bukan karena jarang dilakukan. Kalau dilihat dari persentase orang yang melakukan dan frekuensi penerapannya, kita tidak ragu untuk menyebutnya metode-metode lumrah. Tapi dinilai dari sudut pandang Perjanjian Baru, cara-cara tersebut asing.

B. POLA PEMBERIAN DALAM PERJANJIAN BARU

Dalam Perjanjian Lama, Allah menuntut pemberian yang terbaik (Imamat 1:3,10; Bilangan 18:12). Allah menghendaki domba yang tidak bercela dan minyak serta hasil-hasil ladang yang terbaik.

Perjanjian Baru pun menuntut pemberian yang terbaik dan sesuai dengan pendapatan. Sangat menarik untuk dicatat bahwa Allah tidak menetapkan standar mutlak mengenai persembahan dalam Perjanjian Baru seperti dalam Perjanjian Lama. Di bawah hukum Perjanjian Baru, tidak ada peraturan yang menyuruh kita memberi sepuluh persen dari pendapatan kita. Namun bukan berarti jumlah yang harus kita beri dan cara memberikan persembahan itu sesuka hati kita.

Cara untuk memberi terdapat dalam 1 Korintus 16:1-2. Ayat ini bukan milik orang Korintus semata, tetapi juga mengikat semua orang yang menyebut dirinya pengikut Kristus (1 Korintus 1:2). Selain itu, instruksi yang sama juga diberikan kepada Jemaat-jemaat yang ada di Galatia (1 Korintus 16:1; 4:17). Oleh sebab itu, cara kita mengumpulkan uang harus sesuai dengan cara-cara yang diperintahkan, bukan sewenang-wenang.

Informasi mengenai pemberian ini sangat lengkap. Berita dianggap lengkap bila informasinya mengandung 5W+1H (Pratana, 2002:95). Bukan berarti perintah ini layak dimuat di koran, tetapi untuk menekankan bahwa pesannya cukup jelas dan tidak membingungkan. Inilah unsur 5W+1H yang terkandung dalam 1 Korintus 16:1-2.

• When (kapan)? -- Mempertanyakan waktu pemberian atau pengumpulan uang. Teks menjawab bahwa pengumpulan uang itu diadakan pada hari pertama dalam tiap-tiap minggu, yaitu hari Minggu.

• Who (siapa)? -- Mempertanyakan orang-orang yang terlibat dalam memberi.
1 Korintus 16:1-2 menjelaskan bahwa setiap orang wajib memberi dengan frase “kamu masing-masing.”

• What (apa)? -- Mempertanyakan wujud yang perlu diberikan. Ayat 1 dari pasal 16 tersebut berbicara tentang pemberian uang untuk kebutuhan orang-orang suci. Dalam ayat 2, Paulus memakai kata “sesuatu” yang menjurus kepada pembicaraan dalam ayat 1, yaitu “uang.”

• Where (di mana)? -- Mempertanyakan tempat melakukannya.
Mungkin kebanyakan di antara kita lalai dalam hal ini. Sebagian orang baru memilih-milih uang dari dalam dompetnya ketika kantong persembahan muncul di hadapan mereka. Tidak ada persiapan. Perhatikanlah bahwa teks menyuruh kita untuk menyisihkan sesuatu di rumah. Hal itu mengindikasikan bahwa kita harus merencanakan dari rumah dan mempersiapkannya supaya kita tidak kewalahan ketika kantong persembahan disodorkan.

• Why (mengapa)? -- Mempertanyakan alasan untuk memberikan.
Selain menyokong keuangan jemaat,- seperti yang sudah di bahas dalam pendahuluan – pengumpulan uang juga bertujuan untuk memenuhi kebutuhan orang-orang suci (ayat 7), termasuk Jemaat lokal. Namun bukan kebutuhan pribadi, tetapi lebih bersifat kolektif dan berhubungan dengan kegiatan Jemaat. Dalam ayat 2 Paulus mengatakan, “…supaya jangan pengumpulan itu baru diadakan kalau aku datang.” Artinya, ketika jemaat butuh, dana telah tersedia sehingga tidak perlu bingung untuk mencari-cari.

• How much (seberapa banyak)? -- Mempertanyakan jumlah yang harus diberikan.
Sangat menarik untuk diperhatikan bahwa Allah tidak menuntut persepuluhan dalam Perjanjian Baru, tetapi sesuai dengan apa yang diperoleh. Artinya, orang Kristen harus menilai dan mempertimbangkan dari rumah apakah persembahannya itu layak atau tidak dan apakah sesuai dengan pendapatannya atau tidak. Patokan apa yang kita pakai untuk menilai dan mengukur?

Allah sudah mengajar dan melatih orang Israel untuk memberi dengan limpahnya. Roma 15:4 mengatakan bahwa segala sesuatu telah ditulis untuk menjadi pelajaran bagi kita. Allah tidak akan menghukum kita bila kita memberi sepuluh persen atau dua puluh persen dari pendapatan kita dengan catatan, bukan atas perintah hukum Taurat tetapi pemberian dan ucapan syukur yang melimpah.

C. PRINSIP-PRINSIP MEMBERI

1. Menyerahkan diri sepenuhnya (2 Korintus 8:5; Roma 12:1; 1 Korintus 6:19-20).
2. Menabur banyak (2 Korintus 9:6,10,11; Lukas 6:38).
3. Iklas (2 Korintus 8:8).
4. Direncanakan
5. Bersukacita (2 Korintus 9:7).
6. Memprioritaskan kerajaan Allah (Matius 6:33)
7. Peliharalah kekonsistenan seperti halnya dalam menabung (bandingkan Matius 6:19-21).

Kesimpulan

Persembahan adalah bagian penting dalam kebaktian. Oleh sebab itu orang Kristen tidak boleh menganggap remeh elemen tersebut. Kelalaian dalam persembahan, termasuk jumlah pemberian, dapat mempengaruhi keselamatan kita. Kolose 2:7 mengatakan, “… hendaklah hatimu melimpah dengan syukur.” Ada prinsip agung yang harus kita perhatikan dalam Matius 6:25, "Karena itu Aku berkata kepadamu: Janganlah kuatir akan hidupmu, akan apa yang hendak kamu makan atau minum, dan janganlah kuatir pula akan tubuhmu, akan apa yang hendak kamu pakai. Bukankah hidup itu lebih penting dari pada makanan dan tubuh itu lebih penting dari pada pakaian?”

Bibliografi:

1. Salim, Peter,
1996. The contemporary English – Indonesian Dictionary. Jakarta. Modern English Press.
2. Rotherford, Rod,
The True Church: A study of the Church of Christ in the New Testament. Memphis. Rutherford Publications.
3. Pranata, Xavier Quentin,
2002. Menulis dengan Cinta. Yogyakarta. Yayasan Andi