Seks Diluar Perkawinan

Jawab Yesus: "Tidakkah kamu baca, bahwa Ia yang menciptakan manusia sejak semula menjadikan mereka laki-laki dan perempuan? Dan firman-Nya: Sebab itu laki-laki akan meninggalkan ayah dan ibunya dan bersatu dengan isterinya, sehingga keduanya itu menjadi satu daging. Demikianlah mereka bukan lagi dua, melainkan satu. Karena itu, apa yang telah dipersatukan Allah, tidak boleh diceraikan manusia" (Matius 19:4-6).

Ayat-ayat ini menyatakan bahwa Allah menciptakan kita laki-laki dan perempuan. Jadi seksualitas kita adalah sebuah karunia dari Allah. Allah berkata, “karena itu” yaitu oleh karena seksualitas kita, laki-laki akan “meninggalkan” dan “bersatu.” Perekat Ilahi yang menyebabkan bersatu atau ikatan bersama adalah seksualitas kita. Sebab itulah seks adalah sebuah karunia dari Allah. Seks bukanlah sesuatu yang memalukan. Seks itu dirancang untuk memberkati hubungan perkawinan dengan suka-cita dan kesenangan. Salomo mengatakan, “.... bersuka-citalah dengan isteri masa mudamu: rusa yang manis, kijang jelita; biarlah buah dadanya selalu memuaskan engkau dan engkau senantiasa birahi karena cintanya” (Amsal 5:18-19). Paulus menentang orang yang menjauhkan tubuhnya dari pasangannya serta tidak menyarankan untuk berpisah terlalu lama (1 Korintus 7:1-5).

Gambaran Alkitab tentang seks menempatkannya dengan aman, jujur dan hanya ada di dalam ikatan perkawinan. Saya percaya adalah tepat untuk menyimpulkan tentang seks ideal yang Alkitabiah dalam perkawinan dengan mengatakan bahwa ikatan yang menyenangkan dari kasih inilah yang menolong memperkaya dan memperkokoh ikatan pria dan wanita dalam suatu hubungan seumur hidup dari ketundukan yang tulus (Efesus 5:21), kasih yang tidak mementingkan diri dan kesetiaan yang tidak pernah padam.

Seks Diluar Perkawinan

Seks diluar perkawinan, di sisi yang lain adalah sangat bertentangan dengan pemberian Allah yang ideal itu. Apakah seks sebelum perkawinan atau seks diluar perkawinan. Hubungan seks apapun dengan siapapun selain dari dengan pasangan nikahnya adalah disalahkan di dalam Alkitab. Orang-orang Sodom yang homoseks dibinasakan dengan api dan belerang (Kejadian 19:1-25). Orang-orang yang melakukan percabulan dan perzinahan tidak dapat masuk ke dalam kerajaan surga (Galatia 5:19-21). Orang-orang yang melakukan percabulan dan perzinahan tidak dapat mewarisi kerajaan Allah (1 Korintus 6:9-10). Allah telah menyerahkan mereka kepada “hawa nafsu yang memalukan” (Roma 1:26) dan murkaNya dinyatakan dari surga terhadap mereka (Roma 1:18). Percabulan adalah sebuah dosa terhadap tubuhnya sendiri dan berarti dosa terhadap Roh Kudus yang diam di dalam orang Kristen (1 Korintus 6:13-20). Bahkan adalah suatu dosa untuk memandang seorang wanita dengan nafsu birahi, dan orang yang melakukannya “sudah berzinah di dalam hatinya” (Matius 5:28). Dosa percabulan merusak siapapun. Itu merusak yang melakukannya, pasangan yang tidak bersalah, keluarga dan orang-orang yang dia kasihi dan pelanggaran yang paling berat adalah terhadap Allah (Kejadian 39:9; Mazmur 51:6).

Tidak perlu dipertanyakan lagi bahwa seks diluar perkawinan adalah disalahkan di dalam firman Allah. Seks diluar perkawinan adalah permasalahan yang mengerikan di masyarakat kita. Masalah ini adalah masalah yang mengerikan pada generasi yang lampau dan semua orang setuju bahwa masalah ini lebih besar lagi saat ini. Lebih jauh lagi bahwa itu menjadi ancaman yang menghancurkan bagi anak-anak cucu kita.Apakah Yang Meningkatkan Masalah Ini?

Banyak hal yang telah meningkatkan masalah ini. Kita dapat menyebutkan contohnya, teologi liberal dengan pasangannya filsafat existensialisme. Dari sini muncul neo ortodox dan etika situasi. Garis antara dosa dan kebenaran menjadi kabur. Bagi sebagian sarjana Neo Ortodox, firman Allah bukan lagi menjadi firman yang diwahyukan, tetapi hanya kesaksian iman terhadap firman Allah. Kasih menjadi satu-satunya hukum yang absolut, maka suatu usaha telah dilakukan untuk membenarkan pelacuran, percabulan dalam beberapa situasi jika tindakan itu dimotivasi oleh “cinta.”

Penyebab lain yang membantu berkembangnya seks diluar perkawinan adalah Filsafat Hedonisme, dan ajaran yang merendahkan dari Humanisme. Saya percaya kita dapat menyimpulkan bagian ini dengan mengatakan bahwa pengaruh hal-hal di atas telah membantu untuk menghasilkan suatu masyarakat yang melihat dengan toleransi dan bahkan menyetujui perzinahan, percabulan, pornografi, perceraian yang mudah dan segala bentuk homoseksualitas. Beberapa seni modern, musik dan sinetron yang secara langsung dibawa masuk ke rumah kita melalui cara yang halus. Akibatnya orang-orang muda mendapatkan persetujuan untuk melakukan hubungan seks diluar pernikahan karena sudah terbiasa di masyarakat dan dipromosikan oleh media masa.

Apakah Iman Membuat Suatu Perbedaan?

Pengalaman kita sendiri dan pengamatan kita mengetahui bahwa iman dapat membuat perbedaan. Kita memiliki berita baik dari sumber-sumber yang jauh lebih obyektif. Dalam buku “Shattering the silence” yang diterbitkan tahun 1989, sebuah penyelidikan dilakukan terhadap 2300 pemuda Kristen. Subyek penelitian datang dari setiap bagian di Amerika Serikat. Dalam penelitian ini ditemukan bahwa 71½ % dari anak-anak muda kita dilaporkan masih perawan. Keperawanan di antara orang-orang Amerika yang non beragama adalah kira-kira 40% menurut beberapa peneliti. Walaupun kita bersedih dan prihatin dengan jumlah persentase orang yang mempertahankan keperawanan di atas, tetapi yang membuat kita bersyukur adalah bahwa iman kepada Allah dan pekerjaan kita di dalam kerajaan menghasilkan peraturan tingkah laku yang sangat jauh di atas rata-rata nasional.

Orang-orang muda yang melawan godaan untuk melakukan seks bebas mempunyai karakteristik yang sama. Perhatikan hal-hal berikut ini; mereka setuju dengan orang tua mereka di bidang keagamaan dan moralitas. Mereka diindentifikasi mempunyai hubungan positif dengan gereja. Mereka dilaporkan memiliki teman-teman di antara anggota-anggota jemaat Kristus. Mereka terlibat aktif dalam program pemuda jemaat. Karakter terbesar dan yang paling berpengaruh dari semuanya yang dilaporkan adalah “iman pribadi yang tinggi” dan komitmen yang kuat kepada Kristus.

Kesimpulan:

Dari penyelidikan di atas beberapa hal menjadi jelas. Pentingnya sebuah rumah tangga rohani yang kuat adalah sangat jelas. Orang-orang muda memerlukan sebuah rumah tangga dimana orang tua berperan sebagai model hidup yang berkomitmen kepada Kristus. Kedua, kita perlu membangun jemaat-jemaat yang akan mengekspose dan mengecam dosa, tetapi pada saat yang sama menunjukkan belas kasih dan pengampunan terhadap orang-orang yang sesat. Ketiga, kita harus mendukung pelayanan jemaat bagi anak-anak muda kita. Tetapi di atas semuanya itu kita harus berjuang secara pribadi agar mempunyai komitmen kepada Kristus. Pertahanan terkuat melawan godaan yang hebat dari kedagingan adalah berjalan setiap hari bersama Allah. (Artikel ini ditulis oleh Charles Coil - Dialih-bahasakan dari Spriritual Sword Vol. 22 No. 1 October 1990).