Potret Orang Tua Sesuai Rencana Tuhan

Kitab Ulangan ini bercerita tentang bangsa Israel pada perkemahan mereka yang terakhir sebelum mereka menyeberangi sungai Yordan dan mendiami tanah perjanjian itu. Dalam situasi ini Musa menasihatkan mereka agar tetap setia kepada Allah dengan tetap beribadah kepadaNya dan melakukan segala perintahNya. Untuk menekankan nasihat ini, Musa mengingatkan segala perbuatan Tuhan yang menakjubkan untuk membebaskan mereka dari tangan musuh mereka mulai dari mereka keluar dari Mesir sampai pada perkemahan mereka yang terakhir ini. Dalam hal ini, Musa menekankan agar mereka juga taat kepada Allah sesudah mereka menduduki tanah perjanjian itu. Dalam situasi yang demikian Allah akan tetap menyertai dan memberkati mereka. Kemudian Musa membentangkan kembali segala hukum Allah yang harus mereka pelihara. Salah satu diantara perintah itu terdapat dalam Ulangan 6:4-9, “Dengarlah, hai orang Israel: TUHAN itu Allah kita, TUHAN itu esa! Kasihilah TUHAN, Allahmu, dengan segenap hatimu dan dengan segenap jiwamu dan dengan segenap kekuatanmu. Apa yang kuperintahkan kepadamu pada hari ini haruslah engkau perhatikan, haruslah engkau mengajarkannya berulang-ulang kepada anak-anakmu dan membicarakannya apabila engkau duduk di rumahmu, apabila engkau sedang dalam perjalanan, apabila engkau berbaring dan apabila engkau bangun. Haruslah juga engkau mengikatkannya sebagai tanda pada tanganmu dan haruslah itu menjadi lambang di dahimu, dan haruslah engkau menuliskannya pada tiang pintu rumahmu dan pada pintu gerbangmu.

Di dalam teks ini, Musa memaparkan tiga potret orang-tua yang telah direncanakan oleh Allah, yang keseluruhannya harus dilakukan oleh setiap orang-tua, agar tercipta hubungan timbal balik yang baik antara Allah dan orang-tua dalam setiap keluarga. Potret-potret yang dimaksud antara lain:

Orang-tua yang mengajarkan perintah allah kepada Anak-anaknya

Allah mengaruniakan anak-anak ke dalam keluarga untuk diperhatikan, dirawat, dibesarkan dan dididik yang keseluruhannya disebut tanggung-jawab. Dari sekian banyak tanggung-jawab, semuanya itu dapat dibagi di dalam dua bagian yaitu tanggung-jawab secara rohani maupun jasmani.

Banyak di antara orang-tua cenderung mengutamakan pengetahuan umum anak-anaknya dan kurang (bahkan tidak) memperhatikan pengetahuan rohaninya. Sebagai akibatnya banyak dari antara anak-anak bertumbuh dalam ilmu pengetahuan umum yang bertentangan dengan prinsip-prinsip kebenaran firman Allah, misalnya percaya dengan teori evolusi Darwin yang menekankan bahwa alam semesta ini terjadi oleh sebuah ledakan yang dasyat yang pernah terjadi berjuta-juta tahun silam. Teori ini juga menekankan bahwa manusia pada awalnya berasal dari monyet. Keadaan moral yang bejat pada kawula muda seperti bergaul dengan obat-obat terlarang dan pergaulan bebas adalah merupakan akibat lain dari tindakan ini.

Dalam teks ini, Musa dengan jelas menentang sikap yang demikian dengan berkata, “.... haruslah engkau mengajarkannya .... kepada anak-anakmu ....” (Ulangan 6:7). Musa tidak bermaksud untuk mencegah orang-tua untuk mendidik anak-anaknya dengan pendidikan umum, tetapi haruslah pengetahuan akan firman Allah menjadi prioritas. Pendidikan akan firman Allah yang dimiliki anak-anak akan membantu anak-anak untuk menolak pengajaran-pengajaran di sekolah umum yang tidak sesuai dengan firman Allah. Tambahan juga, anak-anak tersebut akan berusaha untuk tidak terlibat di dalam pergaulan bebas anak-anak muda.

Dua orang kakak beradik yang dibesarkan di dalam keluarga Kristen (yang besar berumur lebih kurang 6 tahun dan adiknya 3 tahun), pada suatu saat terlibat perselisihan kecil. Si adik menaruh anak korek api di mulutnya bergaya seperti halnya seseorang yang sedang merokok. Tindakan itu dilihat oleh kakaknya, spontan si kakak mengambil anak korek api itu sambil berkata, “tidak boleh kamu melakukan hal seperti itu, nanti kamu berdosa.” Apabila anak yang lebih besar ini bertumbuh dan dewasa, bagaimana kira-kira hidup kerohaniannya? Kita bandingkan saja dengan Timotius, dari sejak kecil dia diajari dengan pengetahuan firman Tuhan, sehingga pada saat dia dewasa, imannya makin bertumbuh, dan dengan mudah dia menerima pengajaran firman Tuhan dari Paulus.

Allah adalah maha-tahu. Melalui bimbingan Roh Kudus, Salomo menuliskan kitab Amsal yang di dalamnya terdapat suatu pernyataan penting yang berhubungan dengan hal ini yaitu, “Didiklah anak-anakmu, maka ia akan memberikan ketentraman kepadamu” (Amsal 29:17). Dalam kesempatan yang lain Salomo juga berkata, “Didiklah anak-anakmu pada jalan yang patut baginya, maka pada masa tuanya-pun ia tidak akan menyimpang dari jalannya” (Amsal 22:6). Berdasarkan kemaha-tahuanNya, Allah mengilhami pernyataan Salomo ini untuk diperhatikan dan dilakukan oleh para orang-tua demi masa depan anak-anak.

Sebagian orang-tua tidak memulai pendidikan rohani kepada bayi mereka. Mereka menganggap bahwa hal itu percuma dilakukan sebab bayi belum dapat mengerti. Pendapat itu tentunya tidak tepat apabila kita belajar dari kenyataan kehidupan sehari-hari. Apabila seorang ibu yang sedang mengandung dan umur kandungannya antara 5-9 bulan, maka apabila ibu tersebut dibebani dengan pikiran gelisah (stres), atau gangguan fisik lainnya, maka bayi yang dikandung umumnya juga gelisah dengan menimbulkan gerakan-gerakan tertentu. Jika kemudian sang ibu mengusap-usap perutnya, biasanya si cabang bayi-pun akan diam. Saya beberapa kali melihat bayi di gendongan sang ibu ikut menangis ketika dia melihat ibunya menangis. Itu menandakan bahwa bayi tersebut merasakan perasaan ibunya. Seorang balita yang baru berumur 1 tahun berhenti menarik taplak meja sesudah mendapat larangan dari orang-tuanya. Tentu tidak secara langsung sang anak menghentikan aksinya, ada tehnik-tehnik tertentu di dalam mengarahkan si anak agar dia mengerti apa yang dikatakan orang-tuanya. Ini merupakan fakta bahwa balita-pun sudah dapat diajari. Jika sebatang pohon yang masih kecil (muda) bengkok, tetapi bila kemudian diikatkan dengan kencang pada sebuah tongkat yang lurus, maka pohon tersebut akan tumbuh dengan lurus. Sebaliknya apabila pohon tersebut sudah tua dan keras, maka dia akan patah apabila diikat kencang pada tongkat yang lurus. Jika anak yang sudah menginjak masa remaja (yang tidak terbiasa mendengarkan pengajaran kerohanian) kemudian mendapat didikan rohani yang keras, maka pada umumnya anak tersebut akan berontak. Sebuah kisah terjadi di Pulau Bangka, seorang remaja menerjang ibunya hingga tewas hanya karena dinasihati untuk tidak bergaul dengan anak-anak remaja lainnya yang suka berjudi dan minum-minuman keras. Menurut keluarga korban, anak tersebut tidak pernah mendapat didikan moral dari orang-tuanya dan selalu mengikuti kemauannya.

Saya pernah membaca sebuah buku yang isinya mengatakan bahwa pendidikan terhadap anak sudah dapat dimulai sejak dalam kandungan. Walaupun berdasarkan sain dan firman Allah telah menyatakan dengan jelas tentang fakta ini, ironisnya kita masih melihat adanya Jemaat Tuhan yang membiarkan bayi tanpa pendidikan Alkitab.

Sekarang ini, sebagian Jemaat Tuhan telah memfokuskan pendidikan Alkitab Sekolah Minggu dari balita (bayi-lima tahun) sampai dengan kelas Alkitab untuk dewasa. Perlu kita ingat bahwa dengan melalaikan pengajaran firman Allah kepada bayi, kita telah melanggar firman Allah. Allah memerintahkan orang-tua untuk mengajarkan firmanNya kepada anak-anak, dan bayi-pun adalah anak. Ini adalah suatu prinsip yang tidak boleh diremehkan.

Orang-tua diperintahkan Allah untuk mendidik, berarti orang-tua berperan sebagai guru rohani bagi anak-anaknya. Untuk menjadi seorang guru rohani bagi anak-anak dan keluarganya tentu dia harus mempelajari firman Allah, “ Usahakanlah supaya engkau layak di hadapan Allah sebagai seorang pekerja yang tidak usah malu, yang berterus terang memberitakan perkataan kebenaran itu” (2 Timotius 2:15). Kata usahakan di dalam teks ini tidak tepat dengan aslinya. Berdasarkan aslinya (bahasa Yunani) kata usahakan disini adalah spodason yang berasal dari kata kerja spoudazo yang berarti belajar. Memang harus diakui bahwa instruksi ini ditujukan kepada Timotius, tetapi implikasinya berlaku untuk semua orang percaya. Hal ini lebih jelas lagi demikian karena setiap orang-tua yang sudah beriman bertanggung-jawab untuk mengajarkan hukum Allah kepada anak mereka, “Dan kamu, bapa-bapa, janganlah bangkitkan amarah di dalam hati anak-anakmu, tetapi didiklah mereka di dalam ajaran dan nasihat Tuhan” (Efesus 6:4).

Agar para orang-tua Kristen dapat menjadi pendidik (guru) rohani bagi anak-anaknya, maka jelaslah dia harus belajar. Saya melihat bahwa banyak di antara orang-tua Kristen malas untuk ikut serta dalam kelas Alkitab. Sebagai dampak negatifnya, dia-pun tidak berpengetahuan. Dampak negatif ini bermuara kepada anak dan Jemaat. Anak tidak mengetahui firman Allah dan ini menjadi dampak negatif kepada pertumbuhan Jemaat Tuhan dalam kualitas.

Orang-tua yang menjadikan Rumahnya sebagai Tempat pendidikan
perintah Allah bagi Anak-anaknya


Rumah bukan hanya sekedar untuk tempat istirahat, tempat berlindung dari panas terik matahari dan dari hujan, tetapi juga sebagai tempat bagi anggota keluarga untuk berkumpul, menyanyikan pujian, berdoa dan mempelajari firman Allah. Ketika saya sedang mengajar kelas Alkitab (di sebuah Jemaat Tuhan), saya bertanya kepada seorang anak yang sudah duduk di bangku kelas 4 S.D, dia anak dari seorang keluarga Kristen. Saya bertanya kepadanya tentang nama kota tempat kelahiran Yesus, tetapi dia menggelengkan kepalanya sebagai pertanda tidak tahu. Kembali saya menanyakan pertanyaan yang sama, sebab saya pikir karena pertanyaan saya kurang jelas, tetapi dia kembali menggelengkan kepalanya. Berakar dari keadaan ini, kemudian saya menanyakan dua pertanyaan kepada hadirin dan jawaban mereka sangat mengecewakan. Pertanyaan saya yang pertama, “Siapa di antara Saudara yang membaca Alkitab setiap hari?” Tidak ada yang tunjuk tangan. Mereka hanya tersenyum simpul sembari melirik ke kanan-kiri mereka (melihat kalau-kalau ada yang tunjuk tangan). Kemudian saya susul pertanyaan kedua, “Keluarga siapa yang melakukan ibadah singkat dua atau satu kali seminggu?” Juga tidak ada yang tunjuk tangan, reaksi mereka sama seperti ketika mereka memberikan jawaban pada pertanyaan pertama.

Jelaslah bahwa tanpa pendidikan rohani di dalam rumah (keluarga), maka sang anaklah yang akan terkena imbasnya. Perlu diingat bahwa anak-anak kita adalah generasi penerus Jemaat Tuhan yang tujuan eksistensinya adalah untuk kemuliaan Allah dalam mengajarkan dan mempertahankan kebenaran dan beribadah kepada Allah di dalam Roh dan Kebenaran. Hal ini tidak akan dapat dilakukan bila para orang-tua Kristen tidak melakukan peranannya sebagai guru rohani kepada anak-anak mereka di rumah.

Orang-tua yang mempergunakan setiap kesempatan untuk mengajarkan perintah Allah kepada anak-anaknya

Tidak ada yang dilahirkan untuk menjadi seorang ahli teologia atau pengusaha. Semua keahlian yang dimiliki oleh seseorang itu bertitik tolak dari belajar. Perlu diingat belajar itu merupakan suatu proses yang bergerak dari titik awal dan seterusnya (tidak ada hentinya). Belajar itu dikatakan merupakan proses karena usaha tersebut melibatkan guru, sarana, waktu, usaha, energi dan keinginan serta biaya. Tanpa tunjangan hal-hal tersebut, maka seseorang itu akan terkendala dalam keinginannya untuk menjadi seorang ahli.

Dalam mendidik anak, Musa memerintahkan, “.... apabila duduk di rumahmu, apabila sedang dalam perjalanan, dan apabila engkau bangun...” mengajarkan firman Allah itu kepada anak-anak mereka selagi ada kesempatan (aksi yang bersifat terus menerus). Apakah pada waktu duduk, dalam perjalanan, dan lain-lain. Kalimat di atas juga mengandung unsur kekonsistenan, maksudnya apabila orang-tua melihat anaknya melakukan pelanggaran terhadap firman Allah, maka orang-tua itu harus secara konsisten dan mempergunakan kesempatan yang ada untuk menyatakan bahwa perbuatan itu tidak diperkenankan oleh Allah. Imam Eli adalah contoh negatif yang tidak memiliki potret orang-tua yang ketiga ini. Ketika dia melihat anak-anaknya merampas korban-korban bakaran kepada Tuhan, dia memang menegur anak-anaknya tersebut, tetapi tidak konsisten (tidak serius). Tuhan melalui Samuel menegur dan marah kepada Eli, kedua anak Eli-pun (Hopni dan Pinehas) mati (1 Samuel 2:11-36).

Pada waktu kebaktian berlangsung ada beberapa anak yang jalan-jalan atau ribut, itu pertanda kurangnya didikan orang-tua terhadap anak. Apa yang dilakukan anak di luar rumah itu memastikan bahwa perbuatan yang samapun dia lakukan di rumah. Anak yang tidak tertib di rumah pada saat berdoa, itupun akan ia lakukan dalam ibadah-ibadah umum lainnya. Hati-hati, jika itu dibiarkan berarti kita membiarkan anak kita menuju kepada kebinasaan.

Kesimpulan:

Tuhan menciptakan manusia adalah untuk kemuliaanNya dan hal ini Dia tuntut dari setiap generasi. Untuk mencapai tuntutan ini, Allah telah menetapkan potret orang-tua yang dikehendakiNya sehingga orang-tua yang dimaksud layak menjadi pembimbing rohani bagi anak-anaknya. Kelalaian untuk melakukan tanggung-jawab ini akan mengakibatkan kebinasaan bagi orang-tua atas ketidak-setiaannya kecuali dia bertobat, juga akan mengakibatkan kebinasaan jiwa anak terkecuali dia menerima Kristus di kemudian hari.

Pertanyaan-pertanyaan untuk diskusi:

1. Jelaskan alasan mengapa Musa mengingatkan perbuatan Tuhan yang menakjubkan kepada bangsa Israel, sebelum mereka menyeberangi sungai Yordan dan menduduki tanah Kanaan?

2. Jelaskan alasan mengapa Allah memerintahkan para orang-tua untuk mengajarkan firman Tuhan kepada anak-anaknya.

3. Berikanlah alasan mengapa sebagian orang-tua tidak mendidik anaknya sejak bayi?

4. Berikanlah beberapa fakta yang mengatakan bahwa bayi-pun telah dapat diajari.

5. Sebutkan beberapa manfaat positif apabila seorang anak telah dididik dari sejak bayi