Misi Jemaat
Pendahuluan :
Suatu fakta yang tidak dapat disangkal bahwa setiap lembaga atau instansi, apakah itu milik pemerintah atau milik swasta, mempunyai misi yang akan dilakukan, tidak terkecuali gereja seperti kata David Roper bahwa, “Gereja adalah lembaga ilahi dengan misi ilahi” (Roper dalam Cloer, 1999: 41). Gereja yang didirikan oleh Kristus ( Matius 16: 18; Kisah 2) adalah gereja yang mempunyai misi agung. Yesus, “ ¼ telah meninggalkan teladan bagimu, supaya kamu mengikuti jejak-Nya” (1 Petrus 2:21b), dalam menjalankan misiNya, Roy H. Lanier, Jr. mengatakan, “Misi Tuhan lebih tinggi, lebih suci dan rohani” ( Lanier, Jr. dalam Highers,1993: 7). Apakah misi Yesus? Ia datang ke dunia ini untuk menyatakan dan melakukan kehendak Bapa yang telah mengutusNya, (Yohanes 8:38, 42), menyelamatkan umatNya dari dosa (Matius 1:21), serta mencari dan menyelamatkan manusia yang sesat (Lukas 19;10; bdg. Matius 11: 28-30). Yesus telah memulai misi itu namun belum selesai dan sekarang kita sebagai jemaatNya harus melanjutkannya.
Beberapa jemaat lokal sedang dan terus melakukannya, sebaliknya yang lain belum melakukannya sama sekali atau mungkin sudah pernah memulai tetapi berhenti. Perlu diingat bahwa sejak misi jemaat itu dimulai maka harus dilakukan terus menerus. Kita tidak dapat mengharapkan misi ilahi itu berhasil tanpa melaksanakannya atau berhenti di tengah jalan. Jemaat Tuhan membutuhkan orang-orang yang mempunyai komitmen total untuk melaksanakan misi ilahi, sebab pekerjaan misi menuntut tanggung jawab penuh, dan hal terpenting adalah bahwa misi mempengaruhi keselamatan jiwa kita (bdg.1 Timotius 4:13-16).
Apa sajakah misi jemaat Tuhan? Misi jemaat dapat dikategorikan dalam tiga bagian: Misi ke atas, misi ke luar dan misi ke dalam. Dalam tiga kategori ini terdapat empat bagian besar misi jemaat:
I. Penginjilan
Penginjilan adalah misi ke luar. Penginjilan adalah kata yang besar dalam kekristenan. Mengapa saya mengatakan demikian, karena kata ini mengandung makna rohani yang sangat dalam. Kata dasarnya adalah Injil. Apa arti Injil? Injil adalah kabar kesukaan (Kisah Rasul 13:32), kabar baik (Lukas 4:18), kesukaan besar (Lukas 2:10). Ketiga arti harfiah Injil ini mempunyai pengertian yang lebih khusus. Meringkas apa yang dikatakan Paulus dalam 1 Korintus 15:1-4, maka Injil adalah berita tentang kematian, penguburan, dan kebangkitan Kristus. Paulus juga mengatakan bahwa Injil adalah (satu-satunya) kuasa Allah untuk menyelamatkan setiap orang yang percaya (mentaatinya) (Roma 1:16). Mengapa harus memberitakan Injil?
1. Karena itu adalah perintah
Sebelum kenaikan Yesus ke surga, Ia memberikan “amanat penginjilan” kepada murid-muridNya (Matius 28:18, 19; Markus 16:15). Perintah ini bukan hanya kepada rasul-rasul Kristus, tetapi juga kepada orang-orang Kristen lainnya. Bukti nyata tercatat di dalam kitab Kisah Rasul dimana jemaat abad pertama, apakah itu secara individu atau kolektif sangat bersemangat dalam memberitakan Injil meskipun mereka menghadapi penganiayaan hebat (Kisah Rasul 5:40-42; 8:1, 4, 25-29; 18:24-28; dll). Tuhan membutuhkan orang-orang dalam gerejaNya yang mau pergi dan memberitakan Injil. Menuruti perintah Tuhan bukan hanya aktif dalam kebaktian, persekutuan jemaat, membaca firman Allah di rumah, tetapi juga menginjili. Ingat, Tuhan menginginkan pertumbuhan gerejaNya secara kualitas, kuantitas, dan juga regional. Kalau memberitakan Injil adalah perintah, maka itu berarti tidak ada alasan bagi kita berdalih, terlalu sibuk, tidak tahu banyak bagaimana caranya, tidak pandai berbicara kepada orang, terlalu capek, atau bisa memberi uang saja, untuk tidak membawa Injil kepada orang-orang berdosa.
2. Untuk menyelamatkan jiwa yang sesat
Mengapa perlu menyelamatkan jiwa yang sesat? Matius mencatat perkataan Yesus yang mengatakan, “ Apa gunanya seorang memperoleh seluruh dunia tetapi kehilangan nyawanya? Dan apakah yang dapat diberikannya sebagai ganti nyawanya?” (Matius 16:26). Ini berarti bahwa jiwa manusia “sangat bernilai.” Begitu banyak manusia yang tersesat oleh duniawi dan butuh keselamatan.
Malcolm L. Hill mengatakan “Ketika Anda sesat, Anda ingin orang lain membawa Anda kepada Kristus, bukan?” (Hill, 1965: 33). Jadi demikian juga keinginan orang-orang yang masih sesat dari kita. Paulus mengatakan dia berhutang kepada jiwa-jiwa manusia yang sesat, oleh sebab itu dia harus membayarnya dengan memberitakan Injil keselamatan kepada mereka (Roma 1:14, 15). Kalau Paulus merasa berhutang, maka seharusnya juga kita demikian terhadap jiwa-jiwa yang sesat.
3. Untuk memberikan teladan kepada generasi penerus.
Sebagaimana telah disebutkan dalam pendahuluan bahwa Kristus “ ¼ telah meninggalkan teladan ¼ ” bagi pengikutNya. Kita bisa melihat hal ini ketika Yesus pada masa pelayananNya di bumi membawa murid-muridNya memberitakan Kerajaan Allah, yang tentunya bertujuan untuk memberi teladan bagi mereka. Dan memang terbukti teladan Yesus itu ada pada murid-muridNya. Setelah Yesus naik ke surga, murid-muridNya terus memberitakan Injil, yang tercatat dalam kitab Kisah Rasul. Saya sangat percaya mereka dengan kerelaan hati dan penuh pengorbanan serta semangat tinggi, melakukan penginjilan oleh karena melihat teladan yang ditunjukkan Kristus. Begitu juga dengan orang-orang Kristen lain yang melihat teladan rasul-rasul, mau memberitakan Injil (Kisah Rasul 7, 8, 9, 13, 16, 18).
Paulus menulis, “Jadilah pengikutku, sama seperti aku juga menjadi pengikut Kristus” (1 Korintus 11:1). Paulus menyatakan dengan jelas disini bahwa dia mengikuti teladan Kristus dan juga menghimbau orang-orang Kristen untuk mengikuti teladan itu.
Perlu diingat bahwa kita tidak akan hidup selamanya di bumi ini untuk memberitakan Injil. Itulah sebabnya, perlu teladan bagi generasi berikutnya untuk melanjutkan pemberitaan Injil (Bdg. 1 Timotius 4:12; 2 Timotius 2:2).
4. Karena itu mempengaruhi keselamatan jiwa kita
Paulus melihat suatu ancaman bagi jiwanya bila tidak memberitakan Injil, sehingga dia berkata: “Karena jika aku memberitakan Injil, aku tidak mempunyai alasan untuk memegahkan diri. Sebab itu adalah keharusan bagiku. Celakalah aku, jika aku tidak memberitakan Injil” (1 Korintus 9:16).
Adam Clarke pernah berkata:
Oh orang-orang yang tidak berguna dan tidak berpengharapan! Lebih baik Anda tidak lahir! Sia-sia saja menyombongkan otoritas kerasulan Anda, kalau Anda tidak melakukan pekerjaan para rasul! ¼ Sia-sia juga kepura-puraan atas panggilan ilahi Anda, kalau Anda tidak melakukan pengjinjilan.(Clarke dalam Hill, 1965: 32).
Melihat kedua pernyataan di atas, maka dapat dikatakan bahwa melakukan penginjilan adalah salah satu jaminan bagi keselamatan jiwa kita (Bdg. Yehezkiel 3:17-21). Itulah sebabnya juga Paulus mendorong Timotius agar tidak melalaikan tugasnya sebagai pemberita Injil (2 Timotius 4:4; bdg. 1 Timotius 4:16). Kalau Paulus berkata kepada Timotius untuk melakukan itu, maka implikasinya juga kepada kita demikian.
II. Pembinaan Warga Jemaat
Yang dimaksud dengan pembinaan adalah pendewasaan orang-orang yang telah menjadi anggota jemaat Tuhan dalam kerohanian. Kata lain yang juga berhubungan dengan pembinaan adalah pendidikan. Ini adalah misi ke dalam. Pembinaan ataupun pendidikan terhadap anggota jemaat juga termasuk dalam amanat agung Yesus, Dia berkata; “dan ajarlah mereka melakukan segala sesuatu yang telah Kuperintahkan kepadamu ¼ ” (Matius 28:20a).
Tujuan dari usaha pembinaan ini adalah untuk menjadikan anggota-anggota jemaat bertumbuh dalam kehidupan rohani yang berkualitas. Allah menginginkan supaya umatNya “bertumbuh di dalam segala hal ke arah Dia, Kristus yang adalah kepala” (Efesus 11:15). Apa maksudnya? Rasul Petrus menjelaskan bahwa setiap orang Kristen “ ¼harus dengan sungguh-sungguh berusaha untuk menambahkan kepada imanmu kebajikan, dan kepada kebajikan pengetahuan, dan kepada pengetahuan penguasaan diri, kepada penguasaan diri ketekunan, dan kepada ketekunan kesalehan, dan kepada kesalehan kasih akan saudara-saudara, dan kepada kasih akan saudara-saudara kasih akan semua orang. Sebab apabila semuanya itu ada padamu dengan berlimpah-limpah, kamu akan dibuatnya menjadi giat dan berhasil dalam pengenalanmu akan Yesus Kristus, Tuhan kita” (2 Petrus 1: 5-8), dan Paulus pun menjelaskan, “sampai kita semua telah mencapai kesatuan iman dan pengetahuan yang benar tentang Anak Allah, kedewasaan penuh, dan tingkat pertumbuhan yang sesuai dengan kepenuhan Kristus” (Efesus 4:13). Jadi jelas bahwa setiap orang Kristen harus b ertumbuh secara rohani.
Untuk mencapai hal itu Paulus menulis, “Dan Ialah yang memberikan baik rasul-rasul maupun nabi-nabi, baik pemberita-pemberita Injil maupun gembala-gembala dan pengajar-pengajar, untuk memperlengkapi orang-orang kudus bagi pekerjaan pelayanan, bagi pembangunan tubuh Kristus” (Efesus 4:11-12). Allah sudah menyediakan tenaga pendidik atau pembina dalam jemaatNya. Jemaat harus menggunakan mereka agar anggota-anggota yang masih baru ataupun lemah dapat bertumbuh dengan sempurna dalam Kristus.
Sangat disayangkan beberapa jemaat lokal di Indonesia belum atau tidak memiliki kelas-kelas Alkitab sebagai wadah untuk mendidik atau membina anggota-anggota jemaat, kecuali kebaktian minggu dan mungkin belajar pribadi. Tentu saja jemaat-jemaat yang demikian sulit untuk bertumbuh secara rohani.
Kita mungkin dapat melihat contoh jemaat abad pertama seperti di Yerusalem, penulis kitab Ibrani memberikan teguran yang cukup keras kepada mereka demikian, “Sebab sekalipun kamu, ditinjau dari sudut waktu, sudah seharusnya menjadi pengajar, kamu masih perlu lagi diajarkan asas-asas pokok dari penyataan Allah, dan kamu masih memerlukan susu, bukan makanan keras. Sebab barang-siapa masih memerlukan susu ia tidak memahami ajaran tentang kebenaran, sebab ia adalah anak kecil. Tetapi makanan keras adalah untuk orang-orang dewasa, yang karena mempunyai panca-indera yang terlatih untuk membedakan yang baik dari pada yang jahat” (Ibrani 5:12-14). Berikut penulis kitab Ibrani mengetahui bahwa mereka hanya mengetahui ajaran-ajaran dasar sambil mendorong, “Sebab itu marilah kita tinggalkan asas-asas pertama dari ajaran tentang Kristus dan beralih kepada perkembangannya yang penuh. Janganlah kita meletakkan lagi dasar pertobatan dari perbuatan-perbuatan yang sia-sia, dan dasar kepercayaan kepada Allah, yaitu ajaran tentang pelbagai pembaptisan, penumpangan tangan, kebangkitan orang-orang mati dan hukuman kekal” (Ibrani 6:1-2). Ini mengakibatkan jemaat di Yerusalem jalan di tempat.
Kemudian jemaat di Efesus ketika masih “anak-anak, ¼diombang-ambingkan oleh rupa-rupa angin pengajaran, oleh permainan palsu manusia dalam kelicikan mereka yang menyesatkan” (Efesus 4:14). Jemaat di Korintus memiliki banyak masalah, diantaranya: Adanya perpecahan di dalam jemaat yang didasari oleh favoritisme (1 Korintus 1:10-13), insest (hubungan seks dalam keluarga) (1 Korintus 5:1), salah motif dalam melakukan perjamuan kudus (1 Korintus 11), salah motif dalam mempergunakan karunia-karunia rohani (1 Korintus 14), dll. Jemaat di Galatia mudah sekali dipengaruhi oleh pengajar palsu ( Galatia 1:6-9). Beberapa jemaat dari 7 jemaat dalam kitab Wahyu dengan masing-masing masalahnya (Wahyu 2-3).
Dari beberapa gambaran (gejala) di atas kita dapat menyimpulkan bahwa masalahnya terletak pada pembinaan. Fakta ini seharusnya menjadi pertimbangan dan pelajaran jemaat-jemaat Tuhan sekarang ini untuk tidak menyepelekan pembinaan terhadap anggota-anggota jemaat yang masih baru atau lemah. Pembinaan dalam jemaat merupakan faktor penting untuk mempertahankan iman anggota.
Tetapi fakta sebaliknya yang sering terjadi adalah bahwa ketika seorang berdosa ditobatkan menjadi orang Kristen, kurang dipedulikan pertumbuhan rohaninya, dan juga terhadap orang-orang yang lemah iman, masa bodoh atau bahkan berharap secepatnya keluar dari gereja Tuhan sebelum melakukan pendekatan. Apakah sikap membina jemaat seperti ini? Tidak! Gereja Tuhan bukan seperti hotel atau penginapan, yang hanya ditempati menginap semalam, dua malam atau seminggu. Gereja Tuhan adalah rumah seumur hidup! Allah menginginkan agar setiap orang yang sudah ada di dalam jemaatNya tetap untuk selamanya. Untuk itu dibutuhkan pembinaan rohani yang baik terhadap anggota-anggota jemaat.
Pembinaan rohani ini akan memberikan keuntungan ganda bagi anggota gereja, seperti yang dikatakan Paulus kepada Timotius, “Apa yang telah engkau dengar dari padaku di depan banyak saksi, percayakanlah itu kepada orang-orang yang dapat dipercayai, yang juga cakap mengajar orang lain” (2 Timotius 2:2). Artinya bahwa ketika anggota-anggota jemaat sudah terbina: dewasa dalam iman dan mempunyai pengetahuan yang baik tentang firman Allah, maka kemudian mereka bukan saja dapat hidup sebagai orang Kristen yang utuh, melainkan juga akan menerima tanggung-jawab untuk membina anggota jemaat lainnya. Dalam pelaksanaannya, pembinaan layaknya pelari estapet: setelah pelari pertama melalui satu putaran, maka pelari berikutnya akan melajutkan dan seterusnya sampai selesai.
Jadi kesimpulannya, untuk melakukan pembinaan bagi warga jemaat diperlukan program pendidikan. Dalam program ini usahakan untuk membentuk kelas-kelas dan membuat kurikulum sesuai tingkatan usia: dewasa, pemuda, remaja, anak-anak, balita, bayi. Disamping itu juga perlu dibentuk kelas-kelas pelatihan melayani, mengajar, kelas wanita, lokakarya, seminar, dll. Hal lain yang tidak kalah penting dalam pembinaan kerohanian jemaat adalah adanya program persekutuan, apakah itu persekutuan jemaat, persekutuan keluarga, persekutuan antar jemaat, atau kebangunan rohani. Semua ini adalah cara yang dapat digunakan untuk membina anggota jemaat agar bertumbuh sempurna dalam kerohanian.
III. Penyembahan
Penyembahan adalah misi ke atas. Mengapa dikatakan demikian, karena penyembahan adalah misi yang dilakukan oleh orang Kristen kepada Allah di surga. Penyembahan yang benar adalah penyembahan yang dilakukan “ ¼dalam roh dan kebenaran” (Yohanes 4:24b). Apa maksud dari pernyataan ini? Menyembah dalam roh berarti menyembah dengan pengertian (1 Korintus 14:15), dengan sungguh-sungguh, dan dengan segenap hati atau pikiran. Menyembah dalam kebenaran adalah menyembah sesuai dengan firman Tuhan (Yohanes 17:17). Artinya, elemen-elemen yang dilakukan dalam kebaktian itu hanyalah yang diperintahkan oleh Allah, yakni: Bernyanyi (Efesus 5:19; Kolose 3:16; Ibrani 13:15); berdoa (Kisah Rasul 2:42); makan perjamuan Tuhan (Kisah Rasul 20:7; 1 Korintus 11: 23-29); memberi persembahan (1 Korintus 16:1-2; 2 Korintus 9:6-7); mendengar khotbah (Kisah Rasul 20:7). Lebih dari itu, Paulus juga menasihatkan, “ ¼supaya kamu mempersembahkan tubuhmu sebagai persembahan yang hidup, yang kudus dan yang berkenan kepada Allah: itu adalah ibadahmu yang sejati” (Roma 12:1). Penulis kitab Ibrani mengingatkan,“Janganlah kita menjauhkan diri dari pertemuan-pertemuan ibadah kita, seperti dibiasakan oleh beberapa orang, tetapi marilah kita saling menasihati, dan semakin giat melakukannya ¼” (Ibrani 10:25). Ini berarti bahwa penyembahan kepada Allah adalah “keharusan” bagi setiap pribadi orang Kristen, bukan “pilihan!”
IV. Kebajikan
Kebajikan adalah misi ganda jemaat: ke dalam dan ke luar. Apa itu kebajikan? Paulus dalam suratnya kepada jemaat di Galatia mendorong supaya, “Janganlah kita jemu-jemu berbuat baik, karena apabila sudah datang waktunya, kita akan menuai, jika kita tidak menjadi lemah. Karena itu, selama masih ada kesempatan bagi kita, marilah kita berbuat baik kepada semua orang, tetapi terutama kepada kawan-kawan kita seiman” ( Galatia 6:9,10). Dari perkataan Paulus ini dapat didefinisikan bahwa kebajikan adalah usaha menolong orang lain yang berada dalam keadaan susah ataupun kekurangan kebutuhan materi. Jemaat-jemaat Tuhan abad pertama sangat aktif dalam melakukan kebajikan. Roy H. Lanier, Jr. menggambarkan sebagai berikut: Saudara-saudara di Yerusalem adalah orang-orang yang penuh dengan kebajikan sebagaimana terlihat oleh kepedulian mereka terhadap orang-orang yang membutuhkan pertolongan, bahkan sejak dari permulaan (gereja) (Kisah Rasul 2:44). Perbuatan kebajikan ini terus dilakukan dan semakin bertambah (Kisah Rasul 4:32-37). Jemaat di Antiokhia juga penuh dengan kebajikan. Kepedulian mereka ditunjukkannya dengan cepat dan melimpah ketika bantuan dibutuhkan di Yerusalem (Kisah Rasul 11:27-30) (Lanier, Jr. dalam Highers,1993: 8, 9).
Kalau jemaat- jemaat Tuhan abad pertama melakukan kebajikan, maka jemaat –jemaat Tuhan sekarang inipun tidak terkecuali dalam melakukan kebajikan baik kepada orang-orang di luar jemaat, terlebih kepada saudara-saudara seiman (bdg. Kisah Rasul 6:1-3; 1 Timotius 5:3-10).
Bantuan kebajikan akan hanya diberikan kepada orang-orang yang benar-benar membutuhkan, seperti korban bencana alam (banjir, gempa bumi, dan kelaparan), kecelakaan lalu-lintas, panti jompo, panti asuhan, pengidap penyakit tertentu, dll.
Bentuk kebajikan terserah kepada jemaat yang bersangkutan asal benar-benar berguna bagi mereka yang membutuhkan. Untuk menyalurkan bantuan dapat bekerja sama dengan lembaga-lembaga sosial, apakah itu milik pemerintah atau swasta. Tetapi kalau bantuan itu untuk saudara-saudara seiman langsung melalui jemaat-jemaat lokal yang bersangkutan.
Kesimpulan
Misi jemaat adalah misi ilahi. Allah telah memberikan hak kepada jemaat-jemaatNya untuk menjalankan misi itu. Oleh karena itu, tidak ada dalih untuk menolak, selain bertanggung-jawab untuk mengerjakan, baik penginjilan, pembinaan terhadap anggota-anggota jemaat, penyembahan, dan kebajikan sebagai misi jemaat.
Paulus memberikan dorongan kepada kita, “Karena itu, saudara-saudaraku yang kekasih, berdirilah teguh, jangan goyah, dan giatlah selalu dalam pekerjaan Tuhan! Sebab kamu tahu, bahwa dalam persekutuan dengan Tuhan jerih payahmu tidak sia-sia” (1 Korintus 15: 58).
Daftar Pustaka
1. Roper, David, Everyman's Guide To Salvation dalam Truth for Today, ed. Eddie Cloer 2209 S. Benton, Searcy, Arkansas, 1999.
2. Hill, Malcolm, My God and My Neighbor, Sain Publications, 902 Syone Way Dr. Lebanon, Tennessee, 1965.
3. Highers, Alan E., The Spiritual Sword, 1511 Getwell Road, Memphis, Tennessee, 1993.
4. Ayat-ayat dikutip dari ALKITAB Terjemahan Baru (TB) LAI 1974.
Suatu fakta yang tidak dapat disangkal bahwa setiap lembaga atau instansi, apakah itu milik pemerintah atau milik swasta, mempunyai misi yang akan dilakukan, tidak terkecuali gereja seperti kata David Roper bahwa, “Gereja adalah lembaga ilahi dengan misi ilahi” (Roper dalam Cloer, 1999: 41). Gereja yang didirikan oleh Kristus ( Matius 16: 18; Kisah 2) adalah gereja yang mempunyai misi agung. Yesus, “ ¼ telah meninggalkan teladan bagimu, supaya kamu mengikuti jejak-Nya” (1 Petrus 2:21b), dalam menjalankan misiNya, Roy H. Lanier, Jr. mengatakan, “Misi Tuhan lebih tinggi, lebih suci dan rohani” ( Lanier, Jr. dalam Highers,1993: 7). Apakah misi Yesus? Ia datang ke dunia ini untuk menyatakan dan melakukan kehendak Bapa yang telah mengutusNya, (Yohanes 8:38, 42), menyelamatkan umatNya dari dosa (Matius 1:21), serta mencari dan menyelamatkan manusia yang sesat (Lukas 19;10; bdg. Matius 11: 28-30). Yesus telah memulai misi itu namun belum selesai dan sekarang kita sebagai jemaatNya harus melanjutkannya.
Beberapa jemaat lokal sedang dan terus melakukannya, sebaliknya yang lain belum melakukannya sama sekali atau mungkin sudah pernah memulai tetapi berhenti. Perlu diingat bahwa sejak misi jemaat itu dimulai maka harus dilakukan terus menerus. Kita tidak dapat mengharapkan misi ilahi itu berhasil tanpa melaksanakannya atau berhenti di tengah jalan. Jemaat Tuhan membutuhkan orang-orang yang mempunyai komitmen total untuk melaksanakan misi ilahi, sebab pekerjaan misi menuntut tanggung jawab penuh, dan hal terpenting adalah bahwa misi mempengaruhi keselamatan jiwa kita (bdg.1 Timotius 4:13-16).
Apa sajakah misi jemaat Tuhan? Misi jemaat dapat dikategorikan dalam tiga bagian: Misi ke atas, misi ke luar dan misi ke dalam. Dalam tiga kategori ini terdapat empat bagian besar misi jemaat:
I. Penginjilan
Penginjilan adalah misi ke luar. Penginjilan adalah kata yang besar dalam kekristenan. Mengapa saya mengatakan demikian, karena kata ini mengandung makna rohani yang sangat dalam. Kata dasarnya adalah Injil. Apa arti Injil? Injil adalah kabar kesukaan (Kisah Rasul 13:32), kabar baik (Lukas 4:18), kesukaan besar (Lukas 2:10). Ketiga arti harfiah Injil ini mempunyai pengertian yang lebih khusus. Meringkas apa yang dikatakan Paulus dalam 1 Korintus 15:1-4, maka Injil adalah berita tentang kematian, penguburan, dan kebangkitan Kristus. Paulus juga mengatakan bahwa Injil adalah (satu-satunya) kuasa Allah untuk menyelamatkan setiap orang yang percaya (mentaatinya) (Roma 1:16). Mengapa harus memberitakan Injil?
1. Karena itu adalah perintah
Sebelum kenaikan Yesus ke surga, Ia memberikan “amanat penginjilan” kepada murid-muridNya (Matius 28:18, 19; Markus 16:15). Perintah ini bukan hanya kepada rasul-rasul Kristus, tetapi juga kepada orang-orang Kristen lainnya. Bukti nyata tercatat di dalam kitab Kisah Rasul dimana jemaat abad pertama, apakah itu secara individu atau kolektif sangat bersemangat dalam memberitakan Injil meskipun mereka menghadapi penganiayaan hebat (Kisah Rasul 5:40-42; 8:1, 4, 25-29; 18:24-28; dll). Tuhan membutuhkan orang-orang dalam gerejaNya yang mau pergi dan memberitakan Injil. Menuruti perintah Tuhan bukan hanya aktif dalam kebaktian, persekutuan jemaat, membaca firman Allah di rumah, tetapi juga menginjili. Ingat, Tuhan menginginkan pertumbuhan gerejaNya secara kualitas, kuantitas, dan juga regional. Kalau memberitakan Injil adalah perintah, maka itu berarti tidak ada alasan bagi kita berdalih, terlalu sibuk, tidak tahu banyak bagaimana caranya, tidak pandai berbicara kepada orang, terlalu capek, atau bisa memberi uang saja, untuk tidak membawa Injil kepada orang-orang berdosa.
2. Untuk menyelamatkan jiwa yang sesat
Mengapa perlu menyelamatkan jiwa yang sesat? Matius mencatat perkataan Yesus yang mengatakan, “ Apa gunanya seorang memperoleh seluruh dunia tetapi kehilangan nyawanya? Dan apakah yang dapat diberikannya sebagai ganti nyawanya?” (Matius 16:26). Ini berarti bahwa jiwa manusia “sangat bernilai.” Begitu banyak manusia yang tersesat oleh duniawi dan butuh keselamatan.
Malcolm L. Hill mengatakan “Ketika Anda sesat, Anda ingin orang lain membawa Anda kepada Kristus, bukan?” (Hill, 1965: 33). Jadi demikian juga keinginan orang-orang yang masih sesat dari kita. Paulus mengatakan dia berhutang kepada jiwa-jiwa manusia yang sesat, oleh sebab itu dia harus membayarnya dengan memberitakan Injil keselamatan kepada mereka (Roma 1:14, 15). Kalau Paulus merasa berhutang, maka seharusnya juga kita demikian terhadap jiwa-jiwa yang sesat.
3. Untuk memberikan teladan kepada generasi penerus.
Sebagaimana telah disebutkan dalam pendahuluan bahwa Kristus “ ¼ telah meninggalkan teladan ¼ ” bagi pengikutNya. Kita bisa melihat hal ini ketika Yesus pada masa pelayananNya di bumi membawa murid-muridNya memberitakan Kerajaan Allah, yang tentunya bertujuan untuk memberi teladan bagi mereka. Dan memang terbukti teladan Yesus itu ada pada murid-muridNya. Setelah Yesus naik ke surga, murid-muridNya terus memberitakan Injil, yang tercatat dalam kitab Kisah Rasul. Saya sangat percaya mereka dengan kerelaan hati dan penuh pengorbanan serta semangat tinggi, melakukan penginjilan oleh karena melihat teladan yang ditunjukkan Kristus. Begitu juga dengan orang-orang Kristen lain yang melihat teladan rasul-rasul, mau memberitakan Injil (Kisah Rasul 7, 8, 9, 13, 16, 18).
Paulus menulis, “Jadilah pengikutku, sama seperti aku juga menjadi pengikut Kristus” (1 Korintus 11:1). Paulus menyatakan dengan jelas disini bahwa dia mengikuti teladan Kristus dan juga menghimbau orang-orang Kristen untuk mengikuti teladan itu.
Perlu diingat bahwa kita tidak akan hidup selamanya di bumi ini untuk memberitakan Injil. Itulah sebabnya, perlu teladan bagi generasi berikutnya untuk melanjutkan pemberitaan Injil (Bdg. 1 Timotius 4:12; 2 Timotius 2:2).
4. Karena itu mempengaruhi keselamatan jiwa kita
Paulus melihat suatu ancaman bagi jiwanya bila tidak memberitakan Injil, sehingga dia berkata: “Karena jika aku memberitakan Injil, aku tidak mempunyai alasan untuk memegahkan diri. Sebab itu adalah keharusan bagiku. Celakalah aku, jika aku tidak memberitakan Injil” (1 Korintus 9:16).
Adam Clarke pernah berkata:
Oh orang-orang yang tidak berguna dan tidak berpengharapan! Lebih baik Anda tidak lahir! Sia-sia saja menyombongkan otoritas kerasulan Anda, kalau Anda tidak melakukan pekerjaan para rasul! ¼ Sia-sia juga kepura-puraan atas panggilan ilahi Anda, kalau Anda tidak melakukan pengjinjilan.(Clarke dalam Hill, 1965: 32).
Melihat kedua pernyataan di atas, maka dapat dikatakan bahwa melakukan penginjilan adalah salah satu jaminan bagi keselamatan jiwa kita (Bdg. Yehezkiel 3:17-21). Itulah sebabnya juga Paulus mendorong Timotius agar tidak melalaikan tugasnya sebagai pemberita Injil (2 Timotius 4:4; bdg. 1 Timotius 4:16). Kalau Paulus berkata kepada Timotius untuk melakukan itu, maka implikasinya juga kepada kita demikian.
II. Pembinaan Warga Jemaat
Yang dimaksud dengan pembinaan adalah pendewasaan orang-orang yang telah menjadi anggota jemaat Tuhan dalam kerohanian. Kata lain yang juga berhubungan dengan pembinaan adalah pendidikan. Ini adalah misi ke dalam. Pembinaan ataupun pendidikan terhadap anggota jemaat juga termasuk dalam amanat agung Yesus, Dia berkata; “dan ajarlah mereka melakukan segala sesuatu yang telah Kuperintahkan kepadamu ¼ ” (Matius 28:20a).
Tujuan dari usaha pembinaan ini adalah untuk menjadikan anggota-anggota jemaat bertumbuh dalam kehidupan rohani yang berkualitas. Allah menginginkan supaya umatNya “bertumbuh di dalam segala hal ke arah Dia, Kristus yang adalah kepala” (Efesus 11:15). Apa maksudnya? Rasul Petrus menjelaskan bahwa setiap orang Kristen “ ¼harus dengan sungguh-sungguh berusaha untuk menambahkan kepada imanmu kebajikan, dan kepada kebajikan pengetahuan, dan kepada pengetahuan penguasaan diri, kepada penguasaan diri ketekunan, dan kepada ketekunan kesalehan, dan kepada kesalehan kasih akan saudara-saudara, dan kepada kasih akan saudara-saudara kasih akan semua orang. Sebab apabila semuanya itu ada padamu dengan berlimpah-limpah, kamu akan dibuatnya menjadi giat dan berhasil dalam pengenalanmu akan Yesus Kristus, Tuhan kita” (2 Petrus 1: 5-8), dan Paulus pun menjelaskan, “sampai kita semua telah mencapai kesatuan iman dan pengetahuan yang benar tentang Anak Allah, kedewasaan penuh, dan tingkat pertumbuhan yang sesuai dengan kepenuhan Kristus” (Efesus 4:13). Jadi jelas bahwa setiap orang Kristen harus b ertumbuh secara rohani.
Untuk mencapai hal itu Paulus menulis, “Dan Ialah yang memberikan baik rasul-rasul maupun nabi-nabi, baik pemberita-pemberita Injil maupun gembala-gembala dan pengajar-pengajar, untuk memperlengkapi orang-orang kudus bagi pekerjaan pelayanan, bagi pembangunan tubuh Kristus” (Efesus 4:11-12). Allah sudah menyediakan tenaga pendidik atau pembina dalam jemaatNya. Jemaat harus menggunakan mereka agar anggota-anggota yang masih baru ataupun lemah dapat bertumbuh dengan sempurna dalam Kristus.
Sangat disayangkan beberapa jemaat lokal di Indonesia belum atau tidak memiliki kelas-kelas Alkitab sebagai wadah untuk mendidik atau membina anggota-anggota jemaat, kecuali kebaktian minggu dan mungkin belajar pribadi. Tentu saja jemaat-jemaat yang demikian sulit untuk bertumbuh secara rohani.
Kita mungkin dapat melihat contoh jemaat abad pertama seperti di Yerusalem, penulis kitab Ibrani memberikan teguran yang cukup keras kepada mereka demikian, “Sebab sekalipun kamu, ditinjau dari sudut waktu, sudah seharusnya menjadi pengajar, kamu masih perlu lagi diajarkan asas-asas pokok dari penyataan Allah, dan kamu masih memerlukan susu, bukan makanan keras. Sebab barang-siapa masih memerlukan susu ia tidak memahami ajaran tentang kebenaran, sebab ia adalah anak kecil. Tetapi makanan keras adalah untuk orang-orang dewasa, yang karena mempunyai panca-indera yang terlatih untuk membedakan yang baik dari pada yang jahat” (Ibrani 5:12-14). Berikut penulis kitab Ibrani mengetahui bahwa mereka hanya mengetahui ajaran-ajaran dasar sambil mendorong, “Sebab itu marilah kita tinggalkan asas-asas pertama dari ajaran tentang Kristus dan beralih kepada perkembangannya yang penuh. Janganlah kita meletakkan lagi dasar pertobatan dari perbuatan-perbuatan yang sia-sia, dan dasar kepercayaan kepada Allah, yaitu ajaran tentang pelbagai pembaptisan, penumpangan tangan, kebangkitan orang-orang mati dan hukuman kekal” (Ibrani 6:1-2). Ini mengakibatkan jemaat di Yerusalem jalan di tempat.
Kemudian jemaat di Efesus ketika masih “anak-anak, ¼diombang-ambingkan oleh rupa-rupa angin pengajaran, oleh permainan palsu manusia dalam kelicikan mereka yang menyesatkan” (Efesus 4:14). Jemaat di Korintus memiliki banyak masalah, diantaranya: Adanya perpecahan di dalam jemaat yang didasari oleh favoritisme (1 Korintus 1:10-13), insest (hubungan seks dalam keluarga) (1 Korintus 5:1), salah motif dalam melakukan perjamuan kudus (1 Korintus 11), salah motif dalam mempergunakan karunia-karunia rohani (1 Korintus 14), dll. Jemaat di Galatia mudah sekali dipengaruhi oleh pengajar palsu ( Galatia 1:6-9). Beberapa jemaat dari 7 jemaat dalam kitab Wahyu dengan masing-masing masalahnya (Wahyu 2-3).
Dari beberapa gambaran (gejala) di atas kita dapat menyimpulkan bahwa masalahnya terletak pada pembinaan. Fakta ini seharusnya menjadi pertimbangan dan pelajaran jemaat-jemaat Tuhan sekarang ini untuk tidak menyepelekan pembinaan terhadap anggota-anggota jemaat yang masih baru atau lemah. Pembinaan dalam jemaat merupakan faktor penting untuk mempertahankan iman anggota.
Tetapi fakta sebaliknya yang sering terjadi adalah bahwa ketika seorang berdosa ditobatkan menjadi orang Kristen, kurang dipedulikan pertumbuhan rohaninya, dan juga terhadap orang-orang yang lemah iman, masa bodoh atau bahkan berharap secepatnya keluar dari gereja Tuhan sebelum melakukan pendekatan. Apakah sikap membina jemaat seperti ini? Tidak! Gereja Tuhan bukan seperti hotel atau penginapan, yang hanya ditempati menginap semalam, dua malam atau seminggu. Gereja Tuhan adalah rumah seumur hidup! Allah menginginkan agar setiap orang yang sudah ada di dalam jemaatNya tetap untuk selamanya. Untuk itu dibutuhkan pembinaan rohani yang baik terhadap anggota-anggota jemaat.
Pembinaan rohani ini akan memberikan keuntungan ganda bagi anggota gereja, seperti yang dikatakan Paulus kepada Timotius, “Apa yang telah engkau dengar dari padaku di depan banyak saksi, percayakanlah itu kepada orang-orang yang dapat dipercayai, yang juga cakap mengajar orang lain” (2 Timotius 2:2). Artinya bahwa ketika anggota-anggota jemaat sudah terbina: dewasa dalam iman dan mempunyai pengetahuan yang baik tentang firman Allah, maka kemudian mereka bukan saja dapat hidup sebagai orang Kristen yang utuh, melainkan juga akan menerima tanggung-jawab untuk membina anggota jemaat lainnya. Dalam pelaksanaannya, pembinaan layaknya pelari estapet: setelah pelari pertama melalui satu putaran, maka pelari berikutnya akan melajutkan dan seterusnya sampai selesai.
Jadi kesimpulannya, untuk melakukan pembinaan bagi warga jemaat diperlukan program pendidikan. Dalam program ini usahakan untuk membentuk kelas-kelas dan membuat kurikulum sesuai tingkatan usia: dewasa, pemuda, remaja, anak-anak, balita, bayi. Disamping itu juga perlu dibentuk kelas-kelas pelatihan melayani, mengajar, kelas wanita, lokakarya, seminar, dll. Hal lain yang tidak kalah penting dalam pembinaan kerohanian jemaat adalah adanya program persekutuan, apakah itu persekutuan jemaat, persekutuan keluarga, persekutuan antar jemaat, atau kebangunan rohani. Semua ini adalah cara yang dapat digunakan untuk membina anggota jemaat agar bertumbuh sempurna dalam kerohanian.
III. Penyembahan
Penyembahan adalah misi ke atas. Mengapa dikatakan demikian, karena penyembahan adalah misi yang dilakukan oleh orang Kristen kepada Allah di surga. Penyembahan yang benar adalah penyembahan yang dilakukan “ ¼dalam roh dan kebenaran” (Yohanes 4:24b). Apa maksud dari pernyataan ini? Menyembah dalam roh berarti menyembah dengan pengertian (1 Korintus 14:15), dengan sungguh-sungguh, dan dengan segenap hati atau pikiran. Menyembah dalam kebenaran adalah menyembah sesuai dengan firman Tuhan (Yohanes 17:17). Artinya, elemen-elemen yang dilakukan dalam kebaktian itu hanyalah yang diperintahkan oleh Allah, yakni: Bernyanyi (Efesus 5:19; Kolose 3:16; Ibrani 13:15); berdoa (Kisah Rasul 2:42); makan perjamuan Tuhan (Kisah Rasul 20:7; 1 Korintus 11: 23-29); memberi persembahan (1 Korintus 16:1-2; 2 Korintus 9:6-7); mendengar khotbah (Kisah Rasul 20:7). Lebih dari itu, Paulus juga menasihatkan, “ ¼supaya kamu mempersembahkan tubuhmu sebagai persembahan yang hidup, yang kudus dan yang berkenan kepada Allah: itu adalah ibadahmu yang sejati” (Roma 12:1). Penulis kitab Ibrani mengingatkan,“Janganlah kita menjauhkan diri dari pertemuan-pertemuan ibadah kita, seperti dibiasakan oleh beberapa orang, tetapi marilah kita saling menasihati, dan semakin giat melakukannya ¼” (Ibrani 10:25). Ini berarti bahwa penyembahan kepada Allah adalah “keharusan” bagi setiap pribadi orang Kristen, bukan “pilihan!”
IV. Kebajikan
Kebajikan adalah misi ganda jemaat: ke dalam dan ke luar. Apa itu kebajikan? Paulus dalam suratnya kepada jemaat di Galatia mendorong supaya, “Janganlah kita jemu-jemu berbuat baik, karena apabila sudah datang waktunya, kita akan menuai, jika kita tidak menjadi lemah. Karena itu, selama masih ada kesempatan bagi kita, marilah kita berbuat baik kepada semua orang, tetapi terutama kepada kawan-kawan kita seiman” ( Galatia 6:9,10). Dari perkataan Paulus ini dapat didefinisikan bahwa kebajikan adalah usaha menolong orang lain yang berada dalam keadaan susah ataupun kekurangan kebutuhan materi. Jemaat-jemaat Tuhan abad pertama sangat aktif dalam melakukan kebajikan. Roy H. Lanier, Jr. menggambarkan sebagai berikut: Saudara-saudara di Yerusalem adalah orang-orang yang penuh dengan kebajikan sebagaimana terlihat oleh kepedulian mereka terhadap orang-orang yang membutuhkan pertolongan, bahkan sejak dari permulaan (gereja) (Kisah Rasul 2:44). Perbuatan kebajikan ini terus dilakukan dan semakin bertambah (Kisah Rasul 4:32-37). Jemaat di Antiokhia juga penuh dengan kebajikan. Kepedulian mereka ditunjukkannya dengan cepat dan melimpah ketika bantuan dibutuhkan di Yerusalem (Kisah Rasul 11:27-30) (Lanier, Jr. dalam Highers,1993: 8, 9).
Kalau jemaat- jemaat Tuhan abad pertama melakukan kebajikan, maka jemaat –jemaat Tuhan sekarang inipun tidak terkecuali dalam melakukan kebajikan baik kepada orang-orang di luar jemaat, terlebih kepada saudara-saudara seiman (bdg. Kisah Rasul 6:1-3; 1 Timotius 5:3-10).
Bantuan kebajikan akan hanya diberikan kepada orang-orang yang benar-benar membutuhkan, seperti korban bencana alam (banjir, gempa bumi, dan kelaparan), kecelakaan lalu-lintas, panti jompo, panti asuhan, pengidap penyakit tertentu, dll.
Bentuk kebajikan terserah kepada jemaat yang bersangkutan asal benar-benar berguna bagi mereka yang membutuhkan. Untuk menyalurkan bantuan dapat bekerja sama dengan lembaga-lembaga sosial, apakah itu milik pemerintah atau swasta. Tetapi kalau bantuan itu untuk saudara-saudara seiman langsung melalui jemaat-jemaat lokal yang bersangkutan.
Kesimpulan
Misi jemaat adalah misi ilahi. Allah telah memberikan hak kepada jemaat-jemaatNya untuk menjalankan misi itu. Oleh karena itu, tidak ada dalih untuk menolak, selain bertanggung-jawab untuk mengerjakan, baik penginjilan, pembinaan terhadap anggota-anggota jemaat, penyembahan, dan kebajikan sebagai misi jemaat.
Paulus memberikan dorongan kepada kita, “Karena itu, saudara-saudaraku yang kekasih, berdirilah teguh, jangan goyah, dan giatlah selalu dalam pekerjaan Tuhan! Sebab kamu tahu, bahwa dalam persekutuan dengan Tuhan jerih payahmu tidak sia-sia” (1 Korintus 15: 58).
Daftar Pustaka
1. Roper, David, Everyman's Guide To Salvation dalam Truth for Today, ed. Eddie Cloer 2209 S. Benton, Searcy, Arkansas, 1999.
2. Hill, Malcolm, My God and My Neighbor, Sain Publications, 902 Syone Way Dr. Lebanon, Tennessee, 1965.
3. Highers, Alan E., The Spiritual Sword, 1511 Getwell Road, Memphis, Tennessee, 1993.
4. Ayat-ayat dikutip dari ALKITAB Terjemahan Baru (TB) LAI 1974.