Judi

Judi sudah lama menjadi penyakit masyarakat. Orang Romawi kuno menyembah dewi judi yang dikenal sebagai dewi fortuna. Sejarawan Andrew Steinmetz menggambarkannya sebagai berikut “sebagai suatu makhluk yang mementingkan diri sendiri yang hanya dapat ditentramkan dengan kartu, alat penghitung, dan dadu.” Menurut mitologi Romawi, Fortuna melahirkan seorang anak cacat yang dikenal sebagai gambling (berjudi). Gambling melahirkan dua anak kembar yang menyeramkan. Dia menamai anak kembarnya Duelling (suka berduel-berkelahi) dan Suicide (bunuh diri). Mereka menjadi teman gambling terus menerus. Kejahatan dan bunuh diri masih terus menjadi teman industri perjudian. Menurut laporan U.S News and World Report; 20 persen dari penjudi berat berusaha untuk bunuh diri. Dua pertiga dari penjudi berat melakukan kejahatan untuk mendanai ketagihan mereka.

Memang berat bahwa tidak semua orang yang memutar dadu atau bermain rolet adalah penjudi berat. Tetapi judi haruslah dihindari sebab judi melanggar begitu banyak prinsip-prinsip penting Alkitab. Pertama-tama judi adalah kemusyrikan, kedua judi adalah suatu bentuk pencurian. Ketiga, judi menjadi dasar dari dosa ketamakan. Keempat, judi adalah pengelolaan yang buruk atas apa yang dipercayakan oleh Allah kepada Anda. Terakhir judi itu menimbulkan ketagihan dan menyebabkan seseorang kehilangan kendali. Judi menyebabkan terlalu banyak tindakan-tindakan moral yang salah lainnya.

Apakah judi itu?

Menurut Kamus Webster “Judi” didefenisikan sebagai “bertaruh atau mempertahankan uang atau apa saja yang mempunyai nilai, untuk hasil dari sesuatu yang melibatkan untung-untungan”, taruhan atas hasil yang belum pasti. Dengan defenisi ini judi melibatkan aktifitas dari undian sampai roda rolet. Tetapi defenisi ini tidak termasuk praktek seperti membeli polis asuransi, memberikan hadiah, atau berinvestasi di pasar modal atau saham. Dalam asuransi cara kerjanya justru bertentangan dengan prinsip judi. Asuransi melindungi orang dari resiko umum yang mungkin dihadapi. Memberikan hadiah tidak melibatkan resiko atau inventasi dari pihak penerima hadiah, jadi tidak dapat dianggap judi. Inventasi di pasar modal bukanlah menang atau kalah. Umumnya saham Anda akan naik atau turun tetapi umumnya Anda tidak akan kehilangan seluruh inventasi Anda. Ketika seseorang terlibat dalam perjudian, dia dapat untung atau kehilangan semuanya. Pasar saham tidak beroperasi seperti ini.

Judi itu adalah penyembahan berhala

Allah mengharapkan agar kita menaruh kepercayaan kita kepada pemeliharaanNya (Amsal 3:5,6). Ketika seseorang berjudi, dia menaruh kepercayaan kepada keberuntungan, nasib dan kekayaan. Oleh karena judi itu menimbulkan ketagihan, maka itu seringkali menjadi satu-satunya kegemaran yang dikejar oleh orang. Judi menjadi tuhan dan berhala mereka. Allah mengecam orang-orang Israel di zaman Yesaya yang menyembah dewa-dewa keberuntungan (Yesaya 65:11, 12).

Judi itu adalah mencuri

Pemenang dari permainan untung-untungan dibayar oleh orang yang kalah. Pemenang menerima pembayaran dari orang lain tanpa memberikan apa-apa sebagai tukarannya. Inilah defenisi dari mencuri. Judi juga adalah pelanggaran atas etos kerja Kristiani. Paulus menulis “orang yang mencuri janganlah ia mencuri lagi, tetapi baiklah ia bekerja keras dan melakukan pekerjaan yang baik dengan tangannya sendiri, supaya ia dapat membagikan sesuatu kepada orang yang berkekurangan” (Efesus 4:28). Orang Kristen harus mencari nafkah dengan pekerjaan yang terhormat dan jujur (Amsal 10:4; 28:20, 22; 13:11).

Judi berdasarkan kepada ketamakan

Keinginan untuk mendapatkan sesuatu dengan tidak membayar apa-apa adalah motif utama dari para penjudi. Para penjudi haus akan uang dan harta milik orang lain. Ini adalah defenisi ketamakan. Keinginan jahat ini dikecam oleh rasul Paulus dalam 1 Timotius 6:10, “Karena akar segala kejahatan ialah cinta akan uang. Sebab oleh memburu uanglah beberapa orang telah menyimpang dari iman dan menyiksa dirinya dengan berbagai-bagai duka.”

Berjudi itu adalah penatalayanan yang buruk terhadap apa yang Allah percayakan kepada Anda

Tuhan suatu hari nanti akan meminta pertanggung-jawaban kita atas bagaimana kita menggunakan waktu dan berkat-berkat yang telah Dia percayakan kepada kita. Pentingnya penatalayanan yang baik diilustrasikan dengan perumpamaan tentang talenta yang terdapat dalam Matius 25:14-30. Membuat resiko yang tidak penting atas apa yang Allah percayakan kepada kita melalui judi sangatlah jelas adalah suatu penatalayanan yang buruk.

Judi itu menimbulkan ketagihan dan menyebabkan seseorang kehilangan penguasaan diri

Tidak diragukan lagi bahwa judi itu menimbulkan ketagihan. Malangnya judi itu bukanlah suatu ketagihan yang tidak berbahaya. Judi adalah suatu kebiasaan yang mengakibatkan kehancuran. Dorongan untuk berjudi begitu menyelimuti ribuan orang sehingga mereka tidak mampu berpikir dengan benar di tengah-tengah masyarakat. Judi menyebabkan seseorang melakukan tindakan-tindakan yang tidak mungkin mereka lakukan dalam keadaan normal, hanya untuk mendukung ketagihan mereka ini. Sebagai contoh pada bulan Mei 1998, Edward Hutner dari Rocky Hill Connecticut dipenjarakan karena menggelapkan satu juta dolar uang atasannya. Hutner melakukan kejahatan ini karena kecanduan berjudi. Baru-baru ini Helen Byrd seorang pekerja sosial menggelapkan 200.000 dolar dana kesejahteraan umum, untuk dapat membayar utang judinya. Ini adalah dua contoh dari banyak kasus bagaimana orang-orang kebanyakan menyerahkan akal sehat serta kebebasannya untuk berjudi. Banyak pula diantara mereka yang bunuh diri sebagai jalan keluar dari kemelut hutang judi. Seperti telah disebutkan di awal tulisan ini bahwa penjudi yang putus asa cenderung untuk melakukan bunuh diri. Orang Kristen harus menghindari dari hal-hal yang dapat menyebabkan kita kehilangan kontrol atau kemampuan mental kita (1 Korintus 6:12).

Kesimpulan:

Tidak diragukan lagi bahwa judi itu beroperasi atas prinsip-prinsip yang bertentangan dengan Perjanjian Baru. Tidak peduli apakah seseorang itu berjudi sedikit atau banyak, mereka masih terlibat dalam suatu praktek yang ditentang oleh Allah.