Dipanggil Untuk Beribadah

Berdasarkan kamus besar Bahasa Indonesia Edisi II, 1991, hal.364, menyatakan bahwa Ibadah berarti Perbuatan untuk menyatakan bakti kepada Allah, yang didasari ketaatan mengerjakan perintahNya dan menjauhi laranganNya. Kata Ibadat atau Ibadah pada dasarnya adalah sama. Kata ini berasal dari kata Ibrani Avoda dan bahasa Yunani Latreia yang kedua-duanya ditujukan kepada pelayanan budak belian atau upahan dalam melakukan pekerjaannya bagi majikannya. Dalam rangka menjalankan pelayanan ini, para budak harus bersikap hormat dengan mentaati apa yang diperintahkan majikannya, yang diekspresikan dengan posisi membungkuk atau tiarap (hasytakhawa-bahasa Iberani dan proskuneo-bahasa Yunani). Apabila hal ini ditujukan kepada Tuhan, maka akan lebih ditujukan pada pengungkapan rasa hormat, takut yang seluruhnya dituangkan dalam ketaatan dalam melakukan segala sesuatu yang diperintahkan Allah. Jadi ibadah kepada Allah mencakup segala sesuatu yang kita lakukan, kita lakukan karena diperintahkan Allah, bukan hanya ibadah pada hari pertama dalam minggu itu. Demikian dikatakan oleh Kevin J. Conner dalam bukunya Doktrin Dasar, Harvest Publication, Jakarta, hal. 61-62.

Allah menciptakan manusia dengan tujuan utama yaitu agar manusia memuliakan dan menghormatiNya dalam kehidupan sehari-hari “...Kuciptakan untuk kemuliaan-Ku, yang Kubentuk dan yang juga Kujadikan!" (Yesaya 43:7). Allah akan merasa dipermuliakan dan dihormati apabila manusia itu melakukan Firman Allah dalam segala aspek kehidupan, baik itu dalam kehidupan horizontalnya (antar sesama manusia) maupun vertikalnya (antara manusia dengan Allah). Manusia sebagai mahluk ciptaan Allah harus memeteraikan di dalam hatinya bahwa kehidupan yang dijalankan bukan untuk kepentingan dirinya sendiri melainkan juga demi kepentingan Allah. Hal inilah yang dimaksudkan Yeremia ketika dia berkata, “Aku tahu, ya, Tuhan bahwa manusia tidak berkuasa untuk menentukan jalannya ...” (Yeremia 10:23). Hal inilah juga yang dimaksudkan oleh Paulus ketika dia mengatakan pernyataan berikut ini kepada jemaat di Galatia, “...aku hidup, tetapi bukan lagi aku sendiri yang hidup, melainkan Kristus yang hidup di dalam aku. Dan hidupku yang kuhidupi sekarang di dalam daging, adalah hidup oleh iman dalam Anak Allah...” ( Galatia 2:21).

Dalam artikel ini, saya akan membahas ibadah dalam skop yang khusus yaitu Ibadah pada hari pertama dalam minggu itu. Mengingat dalam dunia keagamaan, katakanlah di antara orang-orang yang sama-sama mengatakan dirinya orang Kristen namun dalam hal ibadah pada hari pertama dalam minggu itu sudah sangat kompleks dan membingungkan kaum awam. Hal itu disebabkan adanya perbedaan tata-cara ibadah yang seharusnya tidak boleh terjadi dengan apa yang telah ditetapkan Allah dalam FirmanNya.

Pada zaman bapa-bapa, tidak ada waktu dan tempat yang khusus untuk melakukan ibadah. Namun walaupun demikian, Allah tetap memberikan instruksi langsung kepada kepala-kepala keluarga tentang perlengkapan (elemen) apa yang harus mereka perlukan dalam ibadah mereka kepada Allah. Sebagai contoh, Habel mempersembahkan anak sulung dari kambing dombanya (Kejadian 4:4), Nuh mempersembahkan korban bagi Tuhan yang terdiri dari segala binatang dan segala burung yang tidak haram (Kejadian 8:20). Selanjutnya kita membaca bahwa Abraham mempersembahkan korban bakaran kepada Allah yang terdiri dari lembu, kambing, domba, burung tekukur dan burung merpati (Kejadian 15:7-11). Mereka dikenal sebagai tokoh-tokoh iman dalam kitab Ibrani pasal 11. Di sisi lain kita mengetahui tentang Kain yang hidup pada zaman yang sama (zaman Patriakh), dia mencoba beribadah dengan cara dan keinginannya sendiri. Secara pribadi dia merasa puas karena dia telah melakukan sesuai dengan seleranya, tetapi tidak demikian dengan Allah, Dia tidak berkenan dengan apa yang dilakukan Kain, karena tidak sesuai dengan perintah-Nya (Kejadian 4:6). Allah mengerti dan mempunyai maksud dengan apa yang dikatakanNya. Dari korban persembahan Habel, Nuh dan Abraham yang bertentangan dengan apa yang dipersembahkan Kain, dapatlah kita simpulkan bahwa Allah telah menentukan segala sesuatu yang berhubungan dengan ibadah yang harus dituruti oleh manusia

Pada zaman Musa Allah lebih banyak lagi memberikan ketetapan-ketetapan yang berhubungan dengan ibadah bangsa Israel. Dalam hal ini, Musa lebih khusus lagi menyatakan waktu, frekwensi (berapa kali dilakukan), elemen, pelaksana, tujuan dan tempat ibadah yang keseluruhannya harus dilakukan sesuai dengan ketetapan Allah. Sebagai contoh; (1) Allah telah menetapkan bahwa hari Sabat (hari ketujuh) adalah hari untuk Tuhan (hari untuk ibadah) dan tidak boleh mengadakan perjalanan jauh atau bekerja, bahkan memasakpun tidak diperbolehkan (Keluaran 35:1-3). Siapapun yang melanggar ketetapan ini dia akan dihukum mati. Dalam Bilangan 15:32-36 diberikan contoh seseorang yang dilontari batu sampai mati (dirajam) karena kedapatan memungut kayu api (bekerja) pada hari Sabat; (2) Setelah kerajaan Israel terbagi menjadi dua bagian, Yerobeam terpilih menjadi raja untuk Israel bagian Utara dan Rehabeam (putra Salomo) meneruskan dinasti ayahnya. Yerobeam merasa takut, dia berpikir bahwa bangsa Israel yang pergi beribadah ke Yerusalem tidak akan kembali lagi ke Utara, maka dia menetapkan beberapa hal berikut ini yang merupakan pelanggaran akan Firman Allah: (1) Menetapkan Dan & Betel sebagai tempat untuk beribadah; (2) Mengangkat nabi yang bukan dari suku Lewi; (3) Mempersembahkan korban yang bercacat; (4) Merubah objek ibadah dan (5) Menetapkan suatu hari raya (1 Raja-raja 12-13) silahkan membacanya. Sebagai konsekuensi perbuatannya dia akan dikutuk Allah jika dia tidak bertobat.

Jadi sangat jelas bahwa manusia tidak boleh melawan Allah dalam ketetapan-Nya. Di bawah hukum Perjanjian Baru (Hukum Kristus), Allah memberikan hukum yang sempurna sebagai pedoman (penuntun) dalam ibadah. Yakobus menggambarkan hukum Kristus itu suatu hukum yang sempurna (Yakobus 1:25). Untuk menjelaskan kesempurnaan hukum itu, Yohanes mengatakan bahwa hukum Allah itu tidak boleh ditambah ataupun dikurangi (Wahyu 22:18-19). Perjanjian Baru yaitu hukum yang sempurna yang tidak boleh ditambah maupun dikurang itu, dengan jelas menyatakan bagaimana seharusnya manusia melakukan ibadah kepada Allah. Hal itu dinyatakan oleh Yesus ketika Dia berbincang-bincang dengan perempuan Samaria. Yesus berkata bahwaAllah itu Roh dan barangsiapa menyembah Dia, harus menyembah-Nya dalam roh dan kebenaran (Yohanes 4:24). Dalam hal ini Yesus mengajarkan kepada perempuan Samaria itu tentang dua syarat ibadah yang benar. Yang pertama adalah ibadah harus dalam roh. Sanbalat orang Horon (nama salah satu kota di Samaria) yang menghalangi Nehemia untuk mendirikan tembok Yerusalem (Nehemia 2-4) telah menetapkan Gerizim sebagai tempat untuk beribadah kepada dewa (berhala-objek yang nyata) dan membangun kuil disana. Demikianlah orang Samaria memulai ibadah di atas gunung itu (dikutib dari The Zondervan Pictoral Bible Dictionary-editor Merrill C.Tenney, Zondervan Publising House-hal. 747). Yesus mengetahui bahwa sistim ibadah yang demikian itu salah sehingga Dia mengarahkan sistim ibadah yang baru yang bertitik tolak dari karakter Allah itu sendiri. Karena Allah itu adalah Roh adanya, maka manusia tidak boleh menggantikan Allah itu dalam bentuk objek yang dapat diketahui melalui minimalnya salah satu dari lima jenis panca-indra manusia. Demikian juga karena Allah itu adalah Roh adanya maka Dia bersifat omnipresen (hadir di segala tempat), sehingga orang Samaria yang biasanya beribadah di atas gunung itu dapat beribadah dimana saja bila waktunya sudah tiba kelak. Namun kira-kira tahun 300-an sesudah Masehi orang yang menyebutkan dirinya orang Kristen telah memasukkan patung-patung orang-orang kudus ke dalam tempat ibadah untuk disembah ( Eternal Kingdom). Paulus menegur cara ibadah yang demikian, “Sebab sekalipun mereka mengenal Allah, mereka tidak memuliakan Dia sebagai Allah atau mengucap syukur kepada-Nya. Sebaliknya pikiran mereka menjadi sia-sia dan hati mereka yang bodoh menjadi gelap... mereka menggantikan kemuliaan Allah yang tidak fana dengan gambaran yang mirip dengan manusia yang fana, burung-burung, binatang-binatang yang berkaki empat atau binatang-binatang yang menjalar" (Roma 1:21-23).

Yang ke-dua adalah harus dalam Kebenaran. Yohanes sendiri telah menjelaskan maksud kebenaran dalam teks ini. Dalam Yohanes 17:17, Yesus berkata Kuduskanlah mereka dalam kebenaran; firman-Mu adalah kebenaran.” Ibadah yang benar adalah ibadah yang dilakukan sesuai dengan Firman Allah. Ibadah Kain ditolak Allah (Kejadian 4:6), ibadah orang Farisi dan Ahli Taurat sia-sia (Matius 15:8-9) dan Yerobeam dihukum Allah karena mencoba untuk merekayasa ketetapan Allah (1 Raja-raja 12-13). Dalam pelayanan pribadi-Nya, Yesus sering mempergunakan perumpamaan dengan tujuan agar murid-murid itu lebih mudah untuk memahami dan agar kebenaran itu tersembunyi dari pengertian orang-orang yang melawan Kristus. Walau demikian pengajaran Kristus yang berhubungan dengan ibadah tidak ada yang bersifat figuratif (kiasan), teka-teki atau yang bersifat misteri, melainkan dengan jelas dipaparkan-Nya baik secara langsung maupun melalui rasul-rasul itu. Hal itulah yang dimaksudkan Yohanes ketika dia berkata “…kamu akan mengetahui kebenaran, dan kebenaran itu akan memerdekakan kamu” (Yohanes 8:32).

Dalam ibadah orang-orang yang menyebutkan dirinya orang Kristen sungguh banyak hal yang mereka lakukan di luar dari ketetapan yang telah dimuat dalam kitabNya. Kita mengetahui bahwa di antara mereka ada yang: (1) Merekayasa dan merayakan hari kelahiran, kematian, kebangkitan dan kenaikan Yesus; (2) Mempertahankan hari ibadah (hari Sabtu); (3) Memantangkan pernikahan; (4) Memantangkan makanan (daging babi, ikan yang tidak bersisik), (5) Perjamuan Tuhan satu kali dalam satu bulan atau tiga bulan; (6) Mencampur-adukkan antara hukum Taurat dengan hukum Kristus, dsb.

Di dalam kitabnya, Musa telah menubuatkan tentang Yesus yang akan datang sebagai seorang nabi, dan dia berkata kepada bangsa itu untuk mendengarkan Dia (Ulangan 18:15). Ketika Yesus bersama-sama dengan murid-muridNya di gunung penjelmaan, terlihat kepada murid-murid itu Musa, Elia dan Yesus Kristus. Tiba-tiba mereka mendengar suara dari langit berkata, “... Inilah Anak yang Kukasihi, kepada-Nyalah Aku berkenan, dengarkanlah Dia” (Matius 17:1-8).

Nabi Yeremia juga menubuatkan tentang kedatangan Yesus sebagai pemberi perjanjian (hukum) yang baru (Yeremia 31:33-34). Penulis kitab Ibrani (Paulus) berkata bahwa Roh Kudus mengatakan bahwa nubuatan nabi Yeremia itu ditujukan kepada hukum Perjanjian Baru yang diberikan oleh Kristus (Ibrani 10:1-18).

Dalam hukum Perjanjian Baru, Kristus telah memberikan segala sesuatu yang berhubungan dengan ketetapan-ketetapan atau peraturan-peraturan tentang ibadah, Allah telah memanggil kita untuk tujuan itu sebab itu kita harus mentaati dan menuruti itu semua agar ibadah kita berkenan kepadaNya. Allah itu maha pintar sehingga Dia tidak butuh pengajaran, Dia juga maha bijaksana sehingga Dia tidak butuh nasihat dan Dia juga adalah maha murah sehingga mengulurkan tangan bagi orang yang taat kepadaNya. Sebab itu, hendaklah kita mengingat pernyataan berikut ini, “...TUHAN ada di dalam bait-Nya yang kudus. Berdiam dirilah di hadapan-Nya, ya segenap bumi” (Habakuk 2:20).

Pustaka Acuan:

  • Kamus Besar Bahasa Indonesia Edisi II, 1991- Balai Pustaka Indonesia
  • Doktrin Dasar, oleh Kevin J. Conner- Harvest Publication, Jakarta, hal. 61-62.
  • The Zondervan Pictoral Bible Dictionary - by Merrill C.Tenney-Zondervan Publising House, hal.747
  • Eternal Kindom