Atheisme Lawan Kekristenan

Setiap orang yang hidup mendasarkan pemikiran, keputusan dan tindakannya atas bagaimana dia melihat dunia. Seseorang mungkin tidak dapat mengindifikasi atau bahkan mengkategorikan pandangannya, dan kepercayaan apa yang dia pegang mungkin tidak konsisten dengan kebenaran yang diketahui, tetapi asumsi dasar seseorang tentang asal-usul kehidupan, tujuan hidupnya dan kepercayaanya tentang masa depan, menjamin setiap orang, apakah itu benar atau salah, pasti memegang beberapa sistim kepercayaan atau iman.

Benar, bahwa sistim kepercayaan adalah penting dan suatu keharusan bagi setiap kehidupan seseorang. Karena iman kita kepada sesuatu akan menentukan cara kita berpikir dan bagaimana kita bertindak dalam hidup ini.

Mengenai pandangan kita tentang dunia dan kehidupan umumnya sebagai seorang Kristen, kita menghadapi beberapa permasalahan yang nyata:

A. Kebanyakan orang Kristen secara intelektual tidak cukup kokoh bertumpu pada iman mereka dan karena itu mereka tidak menyadari kebenaran dan kekuatan yang melekat di dalam pandangan hidup yang mereka kenal.

B. Kita hidup di sebuah dunia dimana anak-anak kita diperdaya dan dijauhkan dari pandangan Kekristenan kepada pandangan materialisme tanpa Allah, Atheisme, dan Humanisme Sekular. Banyak orang percaya kepada gabungan dari Atheisme dan Kekristenan yang disebut “Theistik Evolusi.”

C. Kemampuan seseorang berpaling, pandangan Kekristenan seperti nilai-nilai keluarga, pentingnya suatu standar moral hidup, dan kejujuran selalu diserang, dikecilkan atau di salah-pahami. Contohnya: Orang-orang di banyak masyarakat, berbohong, curang, dan mencuri jika ada kesempatan. Mereka mengaku percaya kepada Allah tetapi tidak bertindak seperti apa yang mereka percayai. Hidup seperti ini adalah sebuah serangan atas banyak hal yang mereka katakan, mereka percayai.

D. Anak-anak cepat belajar cara-cara masyarakat, dan hidup tanpa Allah di dalam kehidupan mereka kecuali mengaku mereka percaya kepada Allah (Understanding The Times by David A. Nobel, Harvest House Publisher, 1991, p. 2).

Di dunia ini ada peperangan besar sedang terjadi. Peperangan untuk memenangkan pikiran anak-anak dan cucu kita. Ini adalah sebuah peperangan hati dan pikiran orang. Ini adalah perang ide.

Hanya ada satu pandangan dunia yang konsisten seseorang yang memandang dunia sebagai penganut Theistik evolusi, Atheis atau Humanis Sekular dalam pandangan mereka sendiri berbeda satu-sama lain, tetapi mereka setuju dalam satu poin, mereka semua menyangkal akan adanya Allah dan menentang Kekristenan yang Alkitabiah. Inilah hasil dari kepercayaan mereka. Daud menulis: “Untuk pemimpin biduan. Dari Daud. Orang bebal berkata dalam hatinya: "Tidak ada Allah." Busuk dan jijik perbuatan mereka, tidak ada yang berbuat baik” (Mazmur 14:1).

Tetapi hanya Kekristenan yang Alkitabiah yang menyediakan penjelasan yang konsisten tentang kehidupan, dan mengatakan semua fakta yang relevan tentang teologi, filsafat, etika, ekonomi atau apapun yang dihadapi manusia di dalam hidup ini. Kekristenan yang Alkitabiah mempunyai jawaban yang sesungguhnya atas semua pertanyaan manusia, dan adalah tantangan bagi kita untuk mencari dan menemukan kebenaran.

Pertimbangkan: Pandangan Kristen mengenai pencarian manusia akan pengetahuan ditemukan dalam Wahyu Allah kepada manusia. Kita dapat mengetahui hal-hal berikut ini dan lebih banyak lagi:

A. Kita dapat mengetahui tentang keberadaan Allah yang mengatakan diriNya sendiri.
B. Penciptaan dunia oleh Allah - dipersiapkan khusus untuk manusia.
C. Sifat rohani manusia dalam gambar Allah.
D. Kejatuhan manusia dan percaya pemulihan atau keselamatan.
E. Wahyu Allah dalam sejarah rencana keselamatan sepanjang zaman.
F. Penjelmaan Anak Allah (Allah tinggal dalam daging untuk manusia).
G. Kurban yang dilakukan oleh Allah demi kebaikan umat manusia.
H. Kerajaan Allah didirikan di atas bumi agar supaya menetapkan suatu peraturan baru di antara orang-orang jahat. Kewarganegaraan dari kerajaan ini menuntut suatu kehidupan yang benar dan berbelas kasihan.
I. Jawaban atas pertanyaan apa yang terjadi setelah kehidupan ini berakhir memberikan harapan dan bukan kekecewaan. (Understanding The Times by David A. Nobel, Harvest Publishers, 1991, p. 11).

Kebenarannya adalah, bahwa hanya kebenaran tentang dunia dan manusia, dari lahir sampai kekekalan dijawab dengan memuaskan oleh Kekristenan yang Alkitabiah ketika seseorang itu mempelajari firman Allah.

Ayat-ayat Alkitab seringkali memperingatkan kita tentang ajaran manusia. Manusia yang tidak mengakui Allah sebagai Allah. Paulus menulis dalam Kolose 2:7-8 bahwa kita harus waspada terhadap “filsafat” dan “kepalsuan” dan memperingatkan agar kita hati-hati terhadap “ajaran turun temurun” dan “roh-roh dunia.” Mengapa? Sebab kebenaran dan nilai-nilai moral yang sebenarnya adalah bersifat rohani dan tidak bisa di dapat melalui pemikiran manusia dan metode yang duniawi. Nilai-nilai keduniawian (kebinatangan) hanya datang dari pikiran dan usaha manusiawi yang mementingkan diri, tetapi nilai-nilai kerohanian meninggikan seseorang di atas sifat-sifat dasar kebinatangan manusia. Kualitas tertinggi pemikiran dan kehidupan adalah dinyatakan oleh Allah kepada kita melalui firmanNya:

A. Disiplin diri.
B. Keteraturan Hukum dan peraturan.
C. Kehormatan diri.
D. Kejujuran, integritas, kesucian dan kesetiaan.
E. Prinsip dan kebanggaan yang sejati.
F. Kasih dan hormat kepada orang lain.

Adalah menarik, sejarah menunjukkan kepada kita: Masyarakat dengan nilai-nilai spiritual yang kuat yang menuntut suatu standar moral yang tinggi mempunyai kecenderungan untuk maju menuju nilai-nilai ekonomi dan pertumbuhan. Tetapi masyarakat yang terlalu materialistik dan menganut nilai-nilai Atheistik akhirnya mengalami kejatuhan dan keruntuhan.

Salomo menuliskan “orang bodoh mencemoohkan korban tebusan” dan bahwa “kebenaran meninggikan derajat bangsa” (Amsal 14:9, 34). Pandangan terbaik tentang kehidupan adalah melihat sesuatu menurut cara Allah kita yang hidup melihatnya.

Definisi

Kekristenan adalah sistim kepercayaan yang mengatakan bahwa ada Allah. Humanisme sekular dan Atheisme adalah sistim kepercayaan yang menyangkal bahwa Allah itu ada. Sistim iman yang berbeda ini bukanlah sekedar tiga kepercayaan, tetapi adalah tiga cara pertentangan yang fundamental dalam melihat keseluruhan keberadaan kita. Kekristenan melihat keberadaan kita pada akhirnya bermakna, dan mempunyai arti melampaui dunia ini. Sedangkan kedua pandangan yang lain melihat keberadaan manusia sebagai tidak berarti melampaui dunia ini. Satu permasalahan besar harus dinyatakan di sini, jika manusia percaya bahwa mereka berasal dari monyet, sebagaimana diajarkan oleh Humanisme dan Atheisme, mereka akhirnya akan bertingkah seperti monyet. Para pembaca, tolong katakan kepada saya, menurut pendapat Anda apakah kode moral dari seekor monyet?

Humanisme didefenisikan dalam Webster’s Collegiate Dictionary, “Sebuah ajaran, sikap atau cara hidup yang berpusat pada minat atau nilai-nilai kemanusiaan” kadang-kadang disebut “Humanisme Sekular” sebab faham ini menempatkan semua penekanannya pada dunia materi tanpa sama sekali memandang bagian rohani dari manusia. Ted Turner, seorang Humanis Sekular yang terkenal mengatakan pandangannya tentang Kekristenan seperti ini: “Kekristenan adalah agama para pecundang.” Arthur L. Briggs mendefinisikan Humanisme “Humanisme adalah kepercayaan kepada manusia sebagai pusat dari alam semesta.” Dan seorang Humanis Arthur Davidson Ficke mengatakan “Ide pusat Humanisme adalah alam itu sendiri. Dari kerumitan evolusi yang tak terbatas, muncullah manusia, dan keberadaan ini bukan oleh kekuatan supranatural” (Understanding The Times by David A. Noble, Harvest House Publisher, 1991, p. 23, 61).

Seorang murid lain dari Humanisme sekular adalah Corliss Lamont yang mengatakan, “Tidak ada tempat dalam falsafah Humanist (sistim kepercayaan -BH) untuk kekekalan maupun Allah dalam pengertian yang benar dari istilah itu. Penganut Humanisme mempertahankan bahwa sebagai pengganti dewa yang menciptakan kosmos (alam semesta - BH), kosmos dalam bentuk pribadi umat manusia dengan kebebasan imajinasinya, menciptakan dewa.” Dan Paul Kurtz, seorang penganjur Humanisme sekular mengatakan “Humanis tidak dapat mengaplikasikan pengertian kata-kata yang adil kepada mereka yang masih mempercayai Allah sebagai sumber dan pencipta alam semesta” (Understanding The Times by David A Noble, Harvest House Publisher, 1991, p. 51).

Atheisme didefinisikan oleh kamus Webster Collegiate sebagai “Suatu ketidakpercayaan kepada keberadaan Ilahi.” Atheisme dapat juga didefinisikan sebagai Teologi Marxis dan Leninis menurut David A Nobel dalam bukunya tentang pandangan dunia. Karl Marx dianggap sebagai bapak komunisme dan kemudian V.I. Lenin memperhalus ide-ide Marx. Seorang komunis China, Chou En-Lai sewaktu menghadiri konferensi di Bandung pada bulan April 1995, dengan benar mengindetifikasikan posisinya ketika dia mengatakan “Kami orang komunis adalah Atheis.” Dan adalah Karl Marx yang mengatakan apa yang dipercayai mengenai agama “syarat pertama untuk kebahagiaan orang adalah penghapusan agama” (Understanding The Times by David A Nobel, Harvest House Publishers, 1991, p. 68, 70).

Materialisme didefinisikan oleh kamus Webster Collogiate sebagai berikut “Sebuah ajaran yang mengatakan bahwa satu-satunya nilai tertinggi atau tujuan hidup adalah terletak pada kecukupan materi dan kemajuan materi yang lebih jauh” dan “suatu keasyikan dengan atau penekanan pada hal-hal materi dari pada hal-hal intelektual atau spiritual.” Materialisme hanya tertarik dengan hal-hal disini dan saat ini. Seseorang yang mengikuti kehidupan materialistik hanya memiliki nilai-nilai yang mereka dapat dari masyarakat. Mereka juga Atheis. Mereka percaya bahwa semua adalah dunia dan semua yang pernah ada adalah dunia jasmani. Mereka menyangkal bahwa Allah melakukan tindakan supranatural untuk menciptakan segala sesuatu.

Atheis dan Humanis adalah materialistis. Walaupun ada beberapa perbedaan antara Atheisme dan Humanisme hanya ada sedikit perbedaan dalam teologi mereka. Mereka tidak percaya akan adanya Allah yang menciptakan manusia dan dunia ini. Mereka percaya bahwa setiap orang hanya memiliki satu kesempatan dalam hidup ini untuk menikmati hidup dan kesempatan itu adalah ketika seseorang hidup di atas bumi ini. Orang-orang Atheis dan Humanis percaya bahwa tidak ada apa-apa setelah kematian.

Kekristenan atau Kekristenan Alkitabiah berpusat pada kepercayaan bahwa Allah ada. Kekristenan menyatakan Allah yang adalah cerdas dan memiliki perasaan serta bukan saja Dia menciptakan dunia, tetapi juga sangat mengasihi kita sehingga Dia mengirimkan Putra TunggalNya untuk mati bagi kita (Yohanes 3:16). Kekristenan berdiri di atas fondasi, Wahyu khusus (Alkitab) dan Wahyu umum (ciptaan dan keteraturan alam semesta). Wahyu umum didefinisikan bahwa Allah telah menyatakan diriNya kepada manusia secara umum melalui ciptaanNya (Roma 1:20). Wahyu khusus datang melalui firmanNya yang dicatat untuk kita agar kita dapat mengenalNya khususnya kehendakNya.

Wahyu (pernyataan) umum. Kita mempelajari alam semesta dan menemukan keteraturan tingkat tinggi dan rancangan yang menuntut adanya kecerdasan. Ini disebut argumen Teleologikal. Daud menulis, “langit menceritakan kemuliaan Allah, dan cakrawala menceritakan pekerjaan tanganNya” (Mazmur 19:2).

Evolusi semua organisme hidup berkembang dari leluhur yang sama dalam proses sejarah perubahan dan keanekaragaman yang perlahan-lahan. Teori evolusi menolak pendapat bahwa semua kehidupan dirancang dan diciptakan di permulaan waktu” (life: An introduction to Biology, Harcourt, Brace and World, New York 1957, p. 25-26). Mereka yang percaya kepada teori evolusi adalah Atheis dan Humanis. Mereka tidak percaya bahwa alam semesta kita ini diciptakan oleh Allah yang Maha Kuasa, Maha Kasih dan Maha baik, tetapi mereka percaya bahwa semesta ini terjadi secara kebetulan melalui peristiwa “ledakan besar’ dan semua kehidupan muncul secara perlahan-lahan dan sepenuhnya secara kebetulan selama periode waktu miliaran tahun.

Beberapa masalah dengan teori ini adalah:
(1) Tidak ada yang dapat ada dari sesuatu yang tidak ada; (2) Benda mati tidak dapat menghasilkan kehidupan; (3) Organisme hidup yang sederhana tidak dapat menjadi organisme hidup yang kompleks. Semua penjelasan mengenai kehidupan di atas tidak mungkin terjadi.

Kemungkinan kehidupan yang kompleks berasal dari kebutuhan atau kemungkinan secara acak adalah tidak masuk akal. Dan bagi seseorang yang meminta kita agar mempercayai pendapat yang tidak masuk akal adalah sama dengan minta seseorang untuk mempercayai bahwa Anda dapat mengambil 1000 monyet dan menempatkan mereka di toko percetakan dan mengharapkan dalam 1000 tahun monyet-monyet tersebut akan mencetak sebuah novel yang sempurna, ini adalah mustahil. Contoh lain dapat diberikan. Dapatkah kita percaya bahwa seseorang dapat mengambil semua bagian dari sebuah televisi dan menaruhnya di sebuah kotak dan mengguncang kotak tersebut selama 1000 tahun dan mengharapkan bagian-bagian dari televisi itu dengan sendirinya akan terpasang secara sempurna? Pendapat bahwa sesuatu yang membutuhkan rancangan dan kecakapan seperti televisi dapat ada dan terpasang dengan sendirinya secara kebetulan tanpa kecerdasan dari luar adalah tidak realistis untuk dipercayai, mengapa? Sebab, waktu walau beberapa lama sekalipun tidak dapat merancang atau menyusun bagian-bagian televisi tersebut secara kebetulan dan membuatnya berfungsi dengan cara yang rumit. Itu tidak mungkin. Tetapi orang-orang Atheis menginginkan kita agar percaya bahwa semua keteraturan dan kompleksitas yang kita temukan di alam semesta ini terjadi secara kebetulan. Tetapi semua keteraturan dan rancangan yang kita temukan di alam semesta mengarah kepada seorang perancang, yaitu Allah. Itu lebih masuk akal untuk percaya bahwa, inteligensi, kekuatan dan kasih menciptakan segala sesuatunya daripada mempercayai bahwa alam semesta terjadi secara kebetulan.

Charles Darwin yaitu seorang yang diakui oleh banyak orang sebagai bapa teori evolusi, mempunyai keraguan tentang apa yang dipercayainya dan dia menuliskan, “Ketidakmungkinan untuk memahami bahwa alam semesta yang menyenangkan dan menakjubkan ini dengan kesadaran kita sendiri timbul secara kebetulan nyata kepada saya argumentasi utama tetang eksistensi Allah” (Charles Darwin, dikutip di dalam Richard Wurmbrand, jawaban saya kepada Atheisme Moskow NY. Arlington House, 1975, hal 16). Darwin bukan satu-satunya Atheis yang mempunyai masalah dengan kepercayaannya sendiri tentang teori evolusi. Banyak para ilmuwan baik pada masa lampau maupun sekarang yang mempunyai kesulitan untuk mempercayai evolusi tetapi mereka tidak mengakui bahwa mereka percaya kepada Allah.

Uniformitarianisme bukan suatu pengungkapan ilmu pengetahuan yang baru atau teori. Teori ini mengajarkan bahwa sejarah planet kita pada masa lampau dapat dijelaskan dengan proses yang lambat melampaui periode waktu yang panjang. Kepercayaan pada evolusi dibangun di atas fondasi uniformetarianisme ini. Semua orang yang percaya teori ini akan menyangkal adanya Allah yang bekerja untuk menciptakan segala sesuatunya pada waktu lampau. Allah mengetahui dan memperingatkan manusia tentang ide-ide yang salah ini. Rasul Petrus berkata bahwa manusia akan mengatakan perkataan-perkataan yang melawan eksistensi Allah dan Kristus serta janji-janji Allah yang dibuat kepada manusia tentang kehidupan sesudah kematian (2 Petrus 3:3-7).

Argumentasi Paley dan Pernyataan-pernyataan Orang Lain

William Paley memperdebatkan dalam Teologi Natural - Sebuah buku yang diterima Darwin, “Saya tidak mengira, saya pernah lebih sulit menghargai sebuah buku ....” Dalam buku ini, William Paley memberikan argumen yang terkenal tentang jam, yang tidak dapat dijawab oleh Charles Darwin, dan argumen yang serupa tentang rancangan dalam alam semesta yang tetap tegak sekarang sebagai problem evolusi yang besar yang menyangkal tentang eksistensi Sang Pencipta - walau mereka memilih masa bodoh dengan bukti.

Argumen: Jika seseorang menemukan jam di hutan, dia tidak dapat menyimpulkan bahwa jam itu selalu ada; melainkan kemungkinan pikirannya pada rancangan jam itu - bukan hanya bagian luarnya saja, tetapi juga pada fakta bahwa jam itu jelas ada untuk sebuah tujuan - yang mengimplikasikan keberadaan perancangnya.

Selanjutnya Paley menggantikan alam semesta dengan jam dan mempertahankan bahwa sebuah mekanisme begitu nyata dirancang seperti alam semesta kita yang memerlukan eksistensi seorang Perancang Agung. Adanya jam dan ada pula pertanyaan tentang asal-usulnya, keberadaan alam semesta sama seperti jam, menuntut adanya seorang perancangnya (Natural Theology, William Paley, Houston: St. Thomas Press, 1972). Alam semesta ini sama dengan sebuah jam. Sama-halnya dengan seseorang yang memiliki jam, sekalipun ia tidak pernah melihat pembuat jam itu bukan berarti jam itu dapat terjadi dengan sendirinya dan sekalipun seseorang melihat segala sesuatu yang diatur di dalam alam ini, namun ia tidak pernah melihat pencipta alam semesta ini bukan berarti alam semesta ini terjadi secara kebetulan. Jika rancangan sebuah jam menuntut adanya seseorang yang merancang jam itu maka masuk akal juga bahwa ada seseorang yang merancang alam semesta ini. Hal inilah yang membuktikan keberadaan Allah.

Fred Hoyle, seorang ahli matematika dan ahli astrofisika Inggris, dia adalah seorang ateisme selama hidupnya. Di tahun 1981 dia adalah asisten penulis buku yang berjudul Evolution From Space, dan ia sampai kepada sebuah kesimpulan, “Tingginya tingkatan susunan dan adanya rancangan khusus di alam semesta ini menuntut adanya seseorang yang memiliki kecerdasan sebelum alam semesta ini terjadi.”

Lebih jauh Hoyle mengatakan, “Ada dua ribu enzim yang rumit yang dibutuhkan agar sebuah organisme hidup, tetapi tidak satupun dari kedua ribu ini dapat dibentuk di bumi ini secara sembarangan meskipun dalam 20 triliyun tahun!!! Poinnya adalah, jika evolusi benar dan segala sesuatunya terjadi dengan perlahan-lahan, bagaimana sesuatu dapat bertahan hidup sementara 2000 enzim ini secara perlahan-lahan berkembang satu persatu dalam periode jutaan tahun? Jika kita kehilangan satu saja dari enzim itu kita tidak bisa hidup. Jika enzim-enzim itu terjadi secara cepat atau terjadi sekaligus, berarti penganut teori evolusi harus mengakui supranatural dan berarti Allah itu ada.

Pada tahun 1897, James Oir menulis artikel yang sangat penting, “Benda-benda dalam alam semesta ini dinyatakan melalui susunan, keseragaman mereka, harta milik mereka, hubungan matematika mereka, menunjukkan bahwa mereka memiliki seorang pencipta, bahwa ada kuasa yang memulainya, yang menimbang, mengukur dan menghitung mereka yang ditetapkan menjadi sifat biasa dan memberi hukum tertentu dan relasi, pasti yang memiliki kecerdasan.”

Understanding The Times by David A. Nobel (Harvest House Publisher, 1991, halaman 90) - Alam bekerja di bawah hukum tertentu. Banyak dari hukum-hukum ini masih dipelajari sekarang ini. Tetapi Allah mengetahui semuanya itu. Apabila kita terus belajar dan mengerti bagaimana ini semua terjadi dalam alam semesta ini, kita akan lebih mengerti tentang Allah yang menciptakan segala sesuatu.

Ilmu Pengetahuan Tidak Mendukung Atheisme

Hingga baru-baru ini, banyak orang percaya bahwa ilmu pengetahuan mendukung Atheisme, tetapi kalau kita memperhatikan dengan cermat bahwa ilmu pengetahuan tidak mendukung Atheisme, tetapi justru membuka akal sehat untuk mendukung bahwa Allah itu ada. Ada bukti ilmu pengetahuan yang kuat tentang keberadaan Allah. Coba kita perhatikan:

1. Hukum Termodinamika kedua.
2. Ketidak-mungkinan adanya generasi hidup dari yang tidak hidup secara spontan.
3. DNA.
4. Prinsip Anthropic (seorang tukang jahit telah membuat dunia ini demi manusia) (Orang-orang intelektual berbicara tentang Allah, “Introduction Philosphy”, Stephen D. Schwarz, Dallas, TX: Lewis & Stanly, 1984 hal. 98) - Tatanan bumi kita ini menunjukkan adanya pencipta yang sangat intelektual.

Hukum Termodinamika pertama dan kedua:

Hukum Pertama, semua energi telah diciptakan dan tidak ada lagi energi yang dapat diciptakan. Energi yang ada ini dapat dirubah bentuknya sehingga tidak dapat digunakan lagi, tetapi tidak ada energi dalam bentuk yang baru diluar dari apa yang sudah ada disini.

Hukum Kedua, Segala sesuatunya bergerak dari keadaan yang tinggi menuju keadaan yang rendah secara alami. Segala sesuatu menurun bukan menanjak, artinya bahwa ada beberapa hal dulu keadaannya begitu tinggi. Penciptaan segala sesuatu pada mulanya dapat menjelaskan ini. Tetapi teori evolusi tidak dapat menutupi kebenaran untuk mendukung teorinya. Salomo menuliskan, “Apa yang pernah ada akan ada lagi, dan apa yang pernah dibuat akan dibuat lagi; tak ada sesuatu yang baru di bawah matahari” (Pengkhotbah 1:9). Kita belajar dari pelajaran tentang bumi, bahwa tidak ada yang baru diciptakan, yang artinya ketika Allah menciptakan segala sesuatu, Dia menciptakan segala sesuatu yang harus ada untuk tetap ada. Sebagian diciptakan secara dewasa dan yang lain dalam bentuk yang berbeda, tetapi dengan kesanggupan untuk bertumbuh dan berbeda bentuk, contoh: salah satu hukum alam yang menghasilkan karbon. Ketika makhluk hidup mati dan dikuburkan dengan cara tertentu agar mendapat tekanan udara dan panas, berubah menjadi minyak dan gas atau batu-batu berharga seperti berlian. Tidak ada hal yang baru yang ditambahkan ke dalam dunia ini, tetapi sesuatu yang sudah mati itulah yang berubah wujud. Banyak benda-benda yang nampaknya mengalami kepunahan, namun dalam realita hal-hal itu semata-mata hanya berubah kepada bentuk lain. Benda itu tidak punah. Ketika seseorang membakar kayu, dia melenyapkan kayu itu dalam bentuk, tetapi kayu itu berubah bentuk menjadi energi pemanas. Panas itu tampaknya hilang, namun panas itu ada di suatu tempat, walaupun kita tidak dapat melihatnya atau menggunakannya lagi. Inilah hukum termodinamika pertama dan kedua. Hukum ini mendukung Alkitab tentang eksistensi Allah pencipta kita.

Nuh membangun bahtera - Bahtera itu dibuat oleh manusia dengan mempergunakan kayu gofir. Bahtera itu dulu dalam bentuk kayu sebelum Nuh membangunnya. Walaupun bagi Nuh dan keluarganya, kayu gofir yang dia pergunakan tidak lagi dalam bentuk kayu yang lengkap dengan carang-carang dan daun-daunnya, sesudah dibangunnya menjadi sebuah bahtera, kayu itu tetap eksis tetapi dalam bentuk sebuah bahtera.

Suatu kebenaran ilmu pengetahuan dimana tidak ada benda yang berasal dari yang tidak ada. Jika seseorang mempunyai “nol” dia akan tetap mempunyai “nol” karena tidak ada yang dapat berasal dari yang tidak ada. Tetapi apabila sesuatu ditambahkan pada “nol” yang menghasilkan sesuatu lebih dari “nol”, maka masuk akal jika mempertimbangkan bahwa seseorang atau beberapa kekuatan harus eksis sebelum sesuatu itu ditambahkan ke “nol” agar yang lebih dari “nol” itu eksis.

Allah sudah ada sebelum alam semesta ada dan Dia-lah yang menciptakan segala sesuatunya, jika pernah terjadi dimana tidak ada apa-apa termasuk Allah, apakah masuk akal jika sesuatu benda eksis sekarang ini? Bagi saya, suatu hal yang menarik dimana Atheis menyangkal adanya Allah, tetapi percaya bahwa pada suatu saat dalam jangka waktu yang panjang dulu, benda mati seperti batu-batu timbul dari sesuatu yang kosong dan Atheis percaya bahwa suatu waktu dalam jangka waktu yang panjang dulu, semua benda-benda itu seperti batu-batu menjadi benda-benda hidup. Itu menakjubkan, itu bukan ilmu pengetahuan. Sekarang ini tidak ada ahli yang mengamati dan menunggu batu-batu jadi hidup. Mereka tidak percaya bahwa batu-batu dapat melakukan itu, tetapi karena mereka tidak percaya kepada Allah, maka mereka percaya kepada sesuatu yang tidak mungkin terjadi. Mereka percaya bahwa sesuatu yang ada berasal dari yang tidak ada. Keyakinan yang demikian ini adalah keyakinan yang buta di dalam sebuah doktrin yang tidak di dukung dengan bukti.

Mengapa Manusia Tidak Mau Percaya Kepada Allah

Rasul Paulus menuliskan tentang manusia yang tidak mau percaya pada Allah dalam suratnya kepada jemaat di Roma. Mereka hidup dalam masyarakat Roma yang sangat jahat dan orang-orangnya menyembah segala jenis berhala. Bahkan mereka-pun menyembah raja dan pemimpin mereka. Perhatikan Roma 1:18-23. Sikap dasar dari Atheisme dan materialisme menyarankan bahwa setiap orang itu tidak menginginkan peraturan dalam hidupnya. Mereka tidak menginginkan seseorang mengajarkan mereka bagaimana cara untuk hidup. Paulus Kurtz adalah seorang Humanisme dan tidak percaya pada Allah atau hukum Allah untuk manusia. Dia pernah berkata, jika manusia adalah produksi evolusi, satu spesies di antara yang lain di dalam dunia tanpa tujuan, maka opsi manusia itu adalah hidup untuk diri sendiri (Understanding The Times by David A. Nobel, Harvest House Publisher, 1991, p. 502). Humanisme dan Atheisme tidak hanya menyangkal Allah tetapi juga menyangkal keberadaan moral mutlak dari prilaku yang kepadanya seseorang harus taat, tetapi dimana tidak ada hukum pada dasarnya setiap orang akan menjadi hukum bagi dirinya sendiri, bebas untuk melakukan apa yang ingin dia lakukan.

Paulus menyatakan kebenaran ini dalam Roma 2:14. Orang kafir tidak menaklukkan diri mereka kepada hukum Perjanjian Lama dan sebab itu mereka mengikuti apa yang mereka pikir baik untuk dilakukan. Mereka menjadi hukum bagi diri mereka sendiri. Ketika orang tidak menghormati hukum, mereka akan selalu gagal untuk memikirkan kepentingan orang lain; mereka juga hanya akan memiliki respek yang sangat kecil pada orang lain. Inilah yang telah dibawa Atheisme ke dalam masyarakat, menolak otoritas.

Kesimpulan:

Bagaimana saya sampai disana? Mengapa saya disini? Apakah pertanyaan ini telah dijawab Tuhan dengan sempurna dan jelas dan jelas dalam firmanNya yaitu Alkitab.

Atheisme tidak dapat menjelaskan keteraturan dan keindahan alam semesta dan juga tidak bisa menjelaskan asal-usul kehidupan atau memberikan pengharapan apapun kepada manusia tentang kehidupan yang akan datang dalam kekekalan karena bagi Atheis, kehidupan ini adalah segala sesuatu yang dia miliki.

Lebih mudah untuk percaya kepada Kejadian 1:1 dari pada untuk percaya pada segala sesuatu yang kita lihat sebagai akibat dari kebetulan yang membawa keteraturan, keindahan, arti alam semesta dan segala sesuatu yang ada. Kita diciptakan dalam rupa dari yang paling bijaksana, berkuasa, adil dan kasih yaitu Allah. Kita tidak berada disini secara kebetulan dan kita akan menikmati kehidupan bersamaNya dalam kekekalan tidak secara kebetulan. Kita perlu mentaati firmanNya dengan setia, hari demi hari, agar kita dapat menikmati pahala surgawi yang telah disediakan pada hari terakhir.